JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Geng Haiti yang menculik 17 misionaris dari AS dan 1 dari Kanada meminta tebusan $1 juta (sekitar Rp14 miliar) per kepala, ungkap pejabat Haiti seperti yang dilansir Independent.
17 orang yang diculik itu, yang salah satunya bayi berusia 8 bulan, dibawa oleh geng “400 Mawozo” pada hari Sabtu (16/10/2021). Mereka diculik di tengah perjalanan pulang dari panti asuhan di Croix-des-Bouquets, pinggiran timur laut ibu kota Port-au-Prince, kata pejabat.
Menteri Kehakiman Haiti Liszt Quitel mengatakan pada hari Senin bahwa para misionaris ditahan di sebuah rumah persembunyian di luar pinggiran kota oleh geng. Quitel mengatakan kepada The Wall Street Journal bahwa polisi Haiti dan FBI telah melakukan kontak dengan anggota geng.
Negosiasi diperkirakan dapat berlangsung selama berminggu-minggu. Para misionaris tersebut berasal dari Christian Aid Ministries (CAM) yang berbasis di Ohio, AS. CAM mengkonfirmasi penculikan tersebut pada hari Minggu dalam sebuah pernyataan, menyebut bahwa mereka yang diculik adalah 5 pria, 7 wanita, dan 5 anak-anak.
Kelima anak tersebut termasuk bayi berusia 8 bulan dan empat anak di bawah umur lainnya berusia 3, 6, 14, dan 15 tahun. Dan Hooley, mantan direktur lapangan untuk Christian Aid Ministries di Haiti, mengatakan kepada CNN pada hari Minggu bahwa semua misionaris yang diculik diperkirakan berada di kendaraan yang sama.
Beberapa berhasil menghubungi direktur lokal organisasi tersebut sebelum diculik. “Beberapa rekan segera mengirim pesan kepada direktur dan memberi tahunya apa yang sedang terjadi,” kata Hooley. “Salah satu dari mereka berhasil menjatuhkan pin, dan itu adalah hal terakhir yang kami dengar sampai para penculik menghubungi mereka di kemudian hari.”
“Mereka adalah orang-orang yang sangat berdedikasi, orang-orang yang telah mempertaruhkan hidup mereka, mereka tahu bahaya yang mereka hadapi, atau setidaknya menyadari apa yang bisa terjadi, saya yakin,” kata Hooley tentang para misionaris kepada CNN.
“Dengan semua ketidakpastian politik di Haiti, geng telah mengambil alih.”
Penculikan di Haiti
Masih mengutip Independent, penculikan di Haiti menjadi lebih marak karena negara itu menderita ketidakstabilan politik setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada 7 Juli lalu. Kondisi diperparah dengan kerusuhan sipil, kemiskinan, dan kurangnya akses ke perawatan kesehatan yang diperburuk oleh gempa bumi pada 14 Agustus.
Sebuah serikat transportasi Haiti menyerukan aksi pemogokan tanpa batas waktu yang tidak ditentukan, yang dimulai sejak Senin (18/10/2021).
Pemogokan itu sebagai protes atas penculikan dan masalah lainnya. “Kesejahteraan dan keselamatan warga AS di luar negeri adalah salah satu prioritas tertinggi Departemen Luar Negeri,” kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, CNN melaporkan. “Kami telah melakukan kontak rutin dengan otoritas senior Haiti dan akan terus bekerja dengan mereka dan mitra antar-lembaga.”