Irfan menjelaskan, kondisi tersebut disebabkan oleh grounding notice dari lessor dan keterbatasan dana yang dimiliki oleh Garuda untuk melakukan restorasi/maintenance. Grounding notice dilakukan oleh lessor tersebut dikarenakan selama dua tahun terakhir, Garuda tidak melakukan pembayaran lease rates yang menjadi tanggung jawabnya.
Namun, Irfan menjelaskan kini kondisi Garuda berangsur pulih. Hal itu ditandai dengan adanya tambahan maskapai yang masuk. “Beberapa waktu ini kita sudah bisa menambah beberapa pesawat, jadi posisi kita hari ini ada 35 pesawat untuk melayani penerbangan reguler maupun kargo, maupun internasional ditambah juga penerbangan Pak Presiden ke Washington,” kata dia.
Rencana Perdamaian
Garuda juga telah mengajukan proposal perdamaian kepada para kreditur dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat.
Irfan menjelaskan terdapat beberapa ketentuan umum di dalam draft rencana perdamaian yang disusun. Di mana, rencana perdamaian tersebut bersifat mengikat dan dapat diberlakukan terhadap para kreditur.
Adapun hingga 25 April 2022, total tagihan yang masuk mencapai Rp197.724.597.081.393 dari 513 kreditur. Yang telah terverifikasi adalah 312 kreditur dengan jumlah utang mencapai Rp47.050.648.293.125. Sementara 172 kreditur dengan nilai tagihan sebesar Rp150.623.814.688.420 belum terverifikasi.
Bagi kreditur terverifikasi, Irfan menjelaskan kreditur harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam rencana perdamaian. “Perseroan dan kreditor yang bersangkutan harus setuju atas jumlah tagihan penyelesaian yang dihitung sesuai dengan metodologi dalam waktu 30 hari kalender sejak tanggal homologasi,” kata Irfan.
Sementara bagi kreditur yang teridentifikasi namun belum terverifikasi, lanjut dia, dapat dalam waktu 30 hari kalender terhitung sejak tanggal homologasi, mendaftarkan tagihannya dengan Perseroan sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
Bagi kreditur yang belum terverifikasi ini, apabila tak mendaftarkan tagihannya atau gagal membuktikan keabsahan tagihannya dalam jangka waktu yang ditentukan dianggap melepaskan haknya untuk menagih pembayaran atas tagihannya kepada Perseroan.
Sehingga perseroan dianggap tidak lagi memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran atas tagihan tersebut kepada kreditur yang bersangkutan. “Sementara kreditur tidak teridentifikasi dan belum terverifikasi dianggap melepaskan haknya untuk menagih pembayaran atas tagihan kepada Perseroan, dan Perseroan dianggap tidak lagi memiliki kewajiban pembayaran atas tagihan tersebut atas kreditur bersangkutan,” ujarnya. (rdr/kumparan.com)

















