“Ini kegelisahan temen-temen industri semen dalam negeri yang disampaikan ke kami. Pabrik di Aceh dan di Kaltim itu jalan Pak Menteri. Padahal kan sudah moratorium, kenapa itu masih bisa jalan. Bagaimana komitmen Pak Menteri. Pak Menteri selalu bilang, ‘saya ini kalau berjanji selalu saya tepati’. Nah, tolong bapak sampaikan kepada kami, janjinya ditepati atau enggak,” kata Andre.
“Pabrik semen di Kaltim itu diduga mengganggu penjualan semen dalam negeri yang lagi eksis untuk IKN. Jangan sampai saat IKN ini butuh 21 juta ton semen kemudian yang menikmati itu pabrik semen China yang sedang dibangun di Kaltim itu,” sambungnya.
Menjawab pertanyaan Andre, Bahlil mengakui saat ini Indonesia tengah mengalami surplus semen. Pengakuan Bahlil didasarkan pada hasil audit BPKP yang menyebutkan Indonesia surplus semen sebanyak 40 juta ton.
“Pak Andre, laporan BPKP sudah ada. Laporan BPKP menyebutkan benar Indonesia masih surplus 40 juta metrik ton per tahun. Karena itu yang pertama kali menginisiasi moratorium itu adalah BKPM, bukan kementerian lain, Pak Andre,” kata Bahlil.
Terkait pembangunan pabrik semen di Kaltim, Bahlil mengatakan izin tersebut keluar sebelum adanya keputusan moratorium. Dalam izin itu terdapat komitmen 80 hingga 90 persen produksinya untuk kebutuhan ekspor. “Kalau dia tidak komitmen ekspor, yang Pak Andre takutkan akan membanjiri dalam negeri, ijinnya perlu kita tinjau,” terang Bahlil.
Sementara terkait pembangunan pabrik semen di Aceh, Bahlil mengatakan hal itu masih tahap persiapan. Masih dibutuhkan waktu enam tahun hingga investasi masuk. Apalagi Aceh punya otonomi khusus, ada UU kekhususan. “Karena itu kita pastikan tata niaga industri semen akan kita jalankan sesuai dengan kesepakatan moratorium,” kata Bahlil. (*/rdr)

















