Mispersepsi Nikotin
Sebanyak 57 persen responden survei di Amerika Serikat berpendapat bahwa nikotin adalah zat yang menyebabkan sebagian besar jenis penyakit kanker yang disebabkan oleh merokok. Bahkan 80 persen dokter percaya bahwa nikotin menyebabkan kanker. Maria menilai kedua pendapat itu keliru.
“Kesalahpahaman yang terjadi di kalangan masyarakat dan para ahli ini memiliki konsekuensi negatif karena menyebabkan distorsi persepsi terhadap produk tembakau alternatif, yang 95 persen lebih rendah risiko daripada rokok,” tegas Maria.
Lembaga eksekutif Departemen Kesehatan Inggris, Public Health England (PHE), dalam Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018 melaporkan, produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik memiliki risiko yang lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok yang dibakar dan menghasilkan TAR.
Shoim mengutarakan, pemakaian produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok karena penggunaannya melalui proses pemanasan.
“Pemanasan tersebut terjadi pada suhu yang terkontrol hingga 350 derajat Celcius. Dengan tidak adanya proses pembakaran, pengguna hanya menghirup aerosol dan nikotin, bukan TAR seperti pada rokok,” jelasnya.
Larangan Nikotin Tak Efektif
Sejarah telah menunjukkan bahwa upaya konvensional melarang suatu produk tidak akan berhasil sehingga perlu dicoba cara-cara baru yang inovatif, misalnya untuk mengurangi angka perokok adalah dengan memberikan informasi yang akurat dan akses kepada para perokok dewasa terhadap produk tembakau alternatif.
Maria juga mencontohkan larangan alkohol di Amerika Serikat yang justru meningkatkan konsumsi produk tersebut. Dengan demikian, upaya perang terhadap nikotin akan memiliki hasil serupa.
“Karena merokok dan penyakit akibat merokok tetap menjadi salah satu tantangan umat manusia, maka penting untuk mengatasinya tanpa adanya bias ideologis. Nikotin bukanlah musuh kita, dan kita tidak boleh melupakan hal itu,” tutup Maria. (rdr/ant)