Oleh: Erizal – Pengamat Politik, Politisi Partai Gelora
Apa pun cerita, PKB itu tak mungkin beroposisi. Kalau beroposisi, yang terjungkal di detik-detik awal Cak Imin, bukan yang lain. Agak mirip dengan PKB adalah PPP. PPP juga mustahil beroposisi. Meski Romahurmuziy terlihat kritis, tapi hal itu karena tanpa beban. Tak ada yang akan hilang.
NasDem ada peluang beroposisi. Tapi, karena Surya Paloh berkali-kali bertemu Jokowi, bisa menjadi faktor yang meragukan. Bekas politisi NasDem, Zulfan Lindan, sama sekali tak yakin Surya Paloh berani beroposisi. Sebagai orang yang pernah dekat, Zulfan tentu bisa dipercaya.
Hanya PDIP paling mungkin mengambil jalan oposisi. Tapi dengan catatan, Megawati masih menjadi Ketum, 5 tahun ke depan. Kalau tidak, tak ada yang menjamin. Dua nama pengganti, Puan dan Prananda, mungkin hanya Prananda yang bisa, karena rekam jejaknya masih kabur.
Kalau Puan, banyak yang menduga dia akan masuk dalam pemerintahan. Puan dianggap lebih cair dan akomodatif. Tapi, tak tahu juga apakah langkah itu bisa diterima internal PDIP? Kalau bisa, bagus. Tapi kalau tidak, PDIP bisa bergolak usai ditinggal Megawati. Ini PR besar.
PKS sebetulnya juga tak mau beroposisi, kalau tawaran itu ada. Tapi, karena tawaran tak ada, oposisi ialah mau tak mau. Tapi mustahil PKS oposisi sendirian. Itu tak lucu. Bagaimanapun oposisi itu penting. Tak bisa semua ikut dalam pemerintahan. Presiden harus tahu kelemahan.
Karena itu, PKS, NasDem, dan PDIP, sangat pas sebagai oposisi. Check and balance, akan bisa berjalan, tak seperti sebelumnya. Menteri yang tak kuat menghadapi DPR diganti. Presiden tak perlu merasa terganggu, justru terbantu, karena dikontrol. Penyelewengan akan terminimalisir. (*)