KPK Sita Uang Tunai saat Geledah Rumah Mendes PDTT

Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar. (Foto: Dok. Istimewa)

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar.

Penggeledahan itu dilakukan pada 6 September 2024, atau dua pekan setelah kakak Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar itu, diperiksa oleh Komisi Antirasuah. Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menyita uang tunai dan barang bukti elektronik.

“Bahwa pada Jum’at tanggal 6 September 2024, Penyidik KPK melakukan kegiatan penggeledahan terhadap salah satu rumah dinas penyelenggara negara berinisial AHI di wilayah Jakarta Selatan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Selasa (10/9/2024) dikutip dari laman Kompas.com.

Tessa mengatakan, penggeledahan dilakukan penyidik terkait dugaan kasus korupsi Pengurusan Dana Hibah untuk Pokmas dari APBD Provinsi Jawa Timur 2019-2022.

Diperiksa KPK

Pada 22 Agustus lalu, Abdul Halim diperiksa KPK sebagai saksi. Saat itu, ia mengaku, diperiksa KPK sebagai saksi untuk perkara suap dana hibah di Pemprov Jatim. Ia mengaku tidak melakukan persiapan apapun dan akan memberikan keterangan ke penyidik.

“Enggak ada, ya apapun yang ditanya saya jawab nanti sesuai dengan apa yang ada,” kata Gus Halim di Gedung Merah Putih KPK, Rabu.

Usai diperiksa, Abdul Halim hanya menjawab singkat bahwa dirinya tidak pernah menerima pokok pikiran (pokir) terkait alokasi dana hibah Pemprov Jatim ketika menjabat Ketua DPRD Jawa Timur. Selain itu, Abdul Halim juga mengaku bahwa penyidik melontarkan sejumlah pertanyaan terkait dana hibah, saat ia telah menjabat sebagai menteri.

Kasus korupsi dana hibah Pemprov Jatim

Adapun kasus suap dana hibah Pemprov Jatim berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada penghujung 2022. Ketika itu, KPK menetapkan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak sebagai tersangka suap. Sahat menerima suap untuk mengusulkan Pokir atau Pokok-Pokok Pikiran anggota DPRD.

Usulan itu diklaim datang dari berbagai kelompok masyarakat (Pokmas). Namun, nama-nama organisasi itu juga aneh. Di antara namanya adalah Pokmas Kalang Kabut, Pokmas Sadis, Pokmas Paterpan, Lidah Buaya, Tak Mampu, Staples, Itachi (nama karakter dalam animasi Naruto), dan lainnya.

Sahat didakwa menerima suap Rp39,5 miliar. Ia kemudian divonis 9 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Surabaya. Terbaru, KPK telah menetapkan 21 orang tersangka, termasuk sejumlah anggota DPRD. KPK juga melakukan penggeledahan di Surabaya, Tulungagung, Blitar, Pamekasan, Sumenep, Bangkalan, dan lainnya. (rdr)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version