Warga Tangerang Selatan Gugat Presiden Jokowi ke MA, Ada Apa

"Mengatur tentang kewajiban vaksinasi bagi masyarakat serta sanksinya apabila dilanggar baik berupa sanksi administratif dan juga sanksi pidana. Ketentuan tersebut dianggap oleh pemohon cacat secara formil dan materil"

Ilustrasi hakim. (Foto: Istockphoto/bymuratdeniz)

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Seorang warga Tangerang Selatan, Abdul Hamim Jauzie mengajukan permohonan pengujian kembali (judicial review) Perpres Nomor 14 Tahun 2021 terkait ‘kewajiban vaksinasi bagi masyarakat beserta sanksi menolak vaksinasi’ ke Mahkamah Agung (MA). Permohonan judicial review tersebut telah didaftarkan di Kepaniteraan MA dan sudah terdaftar dengan nomor perkara 48 P/HUM/2021.

Kuasa Hukum Abdul Hamim, Saka Murti Dwi Sutrisna menyampaikan bahwa permohonan judicial review ini didasarkan pada pengaturan kewajiban dan sanksi dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2021 yang diterbitkan oleh Presiden pada tanggal 9 Februari 2021. Dia membeberkan beberapa ketentuan yang diajukan untuk diuji yaitu Pasal 13A Ayat (2), Pasal 13A Ayat (4), dan Pasal 13B.

“Mengatur tentang kewajiban vaksinasi bagi masyarakat serta sanksinya apabila dilanggar baik berupa sanksi administratif dan juga sanksi pidana. Ketentuan tersebut dianggap oleh pemohon cacat secara formil dan materil,” kata Saka, Rabu (3/11).

Dia menjelaskan hal tersebut bertentangan dengan prosedur pembentukan perundang-undangan sebagaimana ditentukan dalam UU No. 12/2011 jo. UU No. 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan serta tidak sejalan dengan semangat jaminan Hak Asasi Manusia (HAM) di bidang pemenuhan kesehatan dalam UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan UU No. 11/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Kemudian secara substansial menurut Saka,Pasal 13 dan Pasal 15 UU No. 12/2011 jo. UU No. 15/2019 mengatur bahwa materi muatan Perpres seharusnya dapat mengakomodir materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang. “Materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan serta yang tidak kalah pentingnya tidak boleh mengatur ketentuan pidana,” bebernya.

Dia menjelaskan dengan diaturnya ketentuan pidana dalam Pasal 13B Perpres 14/2021 tersebut, maka sudah sepatutnya tidak dibenarkan. Bahwa meskipun disandingkan ketentuan pidana dalam UU No. 4/1984 sama sekali tidak beralasan. Sebab kata dia ketentuan pidana dalam undang-undang tersebut hanya mengatur dua bentuk tindak pidana dan sama sekali tidak mengakomodir ketentuan mengenai pelanggaran kewajiban vaksinasi.

“Sehingga kedudukan ketentuan pidana dalam Perpres 14/2021 adalah berdiri sendiri,” ungkapnya.

Tidak hanya itu persoalan lain yang ditentang yaitu masalah bentuk pemberian label wajib bagi masyarakat untuk vaksinasi. Padahal kata Saka jelas vaksinasi merupakan bagian dari hak atas kesehatan yang dijamin oleh Konstitusi serta aturan penerjemahnya yaitu UU No. 36/2009, UU No. 4/1984, dan UU No. 11/2005.

“Justru sebaliknya, label wajib merupakan domain yang seharusnya disematkan pada Negara melalui Pemerintah dan bukan berada pada masyarakat. Dalam hal ini Pemohon tidak kontra dengan vaksinasi, hanya saja label wajib dan sanksi yang perlu diluruskan,” katanya.

Dilansir website mahkamahagung.go.id gugatan tersebut tercatat dengan no.register 48P/HUM/2021 dengan nama pemohon Abdul Hamim Jauzie. Presiden Jokowi sebagai pihak termohon. Gugatan masuk pada tanggal 29 oktober 2021 dan kini berstatus proses pemeriksaan oleh Tim C. (merdeka.com)

Exit mobile version