Wah! Ada Pelatihan Penguatan Sejarah untuk Anak-Kemenakan di Bukittinggi

Rumah Gadang. (Foto: Dok. Istimewa)

Rumah Gadang. (Foto: Dok. Istimewa)

BUKITTINGGI, RADARSUMBAR.COM – Untuk memperkuat pemahaman sejarah dan penataan kembali adat istiadat dalam lingkungan masyarakat di Bukittinggi, Lembaga Adat daerah setempat bersama pemerintah melakukan pelatihan dan sosialisasi yang diikuti anak kemenakan dan Mamak Kepala Waris di Bukittinggi, Rabu (3/11/2021).

Kegiatan ini dilaksanakan di Aula Kantor Kecamatan Mandiangin Koto Selayan (MKS), Kota Bukittinggi, sebagai narasumber dari sosialisasi ini adalah Tokoh Adat Kurai dari Kerapatan Adat Nagari (KAN) Mandiangin dan Camat MKS, Mihandrik.

“Kegiatan ini bermakna sekali bagi penerapan adat di lingkungan masyarakat modern saat ini, tatanan adat sangat perlu dilaksanakan untuk menjadi tameng perlindungan pengaruh buruk khususnya bagi anak kemenakan,” kata Camat MKS Mihandrik.

Ia menyampaikan peran serta mamak kepala waris dalam membina anak kemanakan di pasukuan masing masing harus dimaksimalkan dan jangan sampai ada kesalahfahaman komunikasi sehingga nantinya dapat membawa kepada hal hal yang negatif.

“Khusus di Mandiangin ini, menjadi satu-satunya daerah di Bukittinggi yang memiliki sembilan suku asli dari penduduk Kurai sebagai pribumi, beruntung semua perwakilan bisa hadir dalam kegiatan ini,” kata Mihandrik.

Tokoh Adat Kurai dari KAN Mandiangin, Suwisri Mansoer Tuangku Marajo mengatakan ada beberapa materi wawasan adat yang diberikan kepada peserta yang aktif melakukan sesi tanya jawab kepada narasumber.

Dalam sosialisasi ini, juga diajarkan tatacara pelaksanaan penyelenggaraan “Mangapani” dan “Mancabiak Kain Kafan” saat pengurusan jenazah sesuai adat dan agama.

“Diantaranya materi ranji dan cara penulisan susunan keanggotaan silsilah keluarga sesuai ketentuan KAN, juga tentang hak waris dan pusako,” kata dia.

Ia mengatakan, peserta juga antusias dalam menanyakan permasalahan keseharian tatanan adat yang semakin tergerus oleh modernisasi saat ini. “Seperti panggilan dari kemenakan ke mamak yang kini berganti menjadi sebutan Om, inyiak yang diganti Opa dan semacamnya,” ujarnya.

Salah seorang peserta, Junaidi Al Mukmin menyebut kegiatan ini perlu ditindaklanjuti lebih jauh dengan adanya sosialisasi aktif pembelajaran adat minimal sekali dalam sebulan.

“Mudah-mudahan ada kelanjutannya, kami yang muda ini kurang mendapat ilmu adat saat ini, kami tahu ada rumah adat dan balai adat yang mungkin bisa dijadikan pusat pendidikan adat di Bukittinggi ini,” kata dia. (ant)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version