Cerita Zuldesni Usai Perumdos Dirubuhkan, “Saya Telah Melawan Sebaik-Baiknya, Sehormat-hormatnya…”

Zuldesni dan anaknya di reruntuhan rumah pasca perubuhan.

Rektor Universitas Andalas akhirnya merubuhkan rumah negara yang tengah dihuni Zuldesni, Dosen FISIP Unand di Perumahan Negara, Limau Manis, Padang, pada Kamis (4/11/2021) lalu. Azral sebagai Kabag Umum Rektorat yang juga anggota Majelis Wali Amanat Universitas Andalas (Unand) memimpin ratusan personil aparat dari TNI, Polda Sumbar, Polsek Pauh dan satpam Unand mendobrak paksa rumah Zuldesni.

Liputan: Tim Radarsumbar.com

Dengan komando Azral dan Syah Aidil yang berperan sebagai pembaca berita acara penghancuran rumah negara, puluhan sekuriti Unand langsung menerobos masuk pekarangan dengan mengangkut segala yang ada, termasuk peralatan rumah tangga, jemuran kain dan surat-surat berharga yang ada di dalam rumah. Sekitar lebih sepuluh kali mobil pengangkut bolak-balik membawa barang Zuldesni ke Asrama Putri, Unand.

Zuldesni tinggal dengan suaminya yang sedang stroke. Pada saat bersamaan, sedang berada di kampus menjalankan tugasnya sebagai dosen. Ia sendiri tak tahu kalau ratusan aparat yang dipimpin Azral datang membobol rumahnya yang sedang terkunci bersama puluhan tukang bongkar Sarah Wini yang menjadi pemenang lelang perubuhan rumah negara yang dihuninya.

“Saya sudah menyampaikan surat pada Wakil Rektor II kalau saya keberatan dengan pembongkaran rumah negara yang sedang saya huni. Surat itu sudah saya layangkan beberapa hari sebelum pembongkaran itu. Saya jelaskan kalau proses hukum perdata dan PTUN sedang berlangsung, jadi status rumah kami di Perumdos sesuai kelaziman proses peradilan, dalam kondisi status-quo.”

Makanya saya hari itu tak ada perasaan apa-apa, menimbang Unand mestinya menghormati proses peradilan yang sedang berjalan. Eh…tak tahunya pas saya sedang mengajar, saya ditelpon warga lain kalau ratusan orang kumpul di rumah saya dan Azral sedang memimpin orang membongkar rumah saya. Saya sendiri khawatir dengan kondisi suami saya yang sedang sakit. Syukur Alhamdulillah beliau tidak diapa-apakan mereka,” urai Zuldesni perih.

Kasus Zuldesni bermula dari keluarnya Keputusan Rektor Universitas Andalas nomor 1336/UN16.R/KPT/2021 tentang pencabutan penghunian rumah negara di kompleks Universitas Andalas. Keputusan itu kemudian ditindaklanjuti dengan melelang rumah negara yang dianggap tidak layak huni, sehingga diatasnya nanti dibangun Rusun ASN, Asrama Mahasiswa, dan Perumahan Rektor yang baru bersama dengan wakil-wakilnya.

Warga yang membaca dan memahami kalau SK Rektor itu bermasalah, lantas mengajukan gugatan ke PTUN Padang dengan nomor perkara 35/G/2021/PTUN.PDG dan dilanjutkan dengan Pengadilan Negeri Padang dengan nomor perkara 133/Pdt.G/2021/PN. “Warga tak akan membawa persoalan ini ke ranah hukum bila ada itikad baik dari pihak Unand,” jelas Yudhi salah seorang penghuni.

Lebih jauh disebutkan Yudhi, keluarnya surat-surat peringatan dan intimidasi seperti pencabutan listrik, diputus jaringan air, dilaporkan ke polisi, bahkan disidang dengan menggunakan PP 94 2021 tentang disiplin PNS oleh pimpinan fakultas, telah membuat warga prihatin dan mengelus dada, karena bagaimanapun mereka adalah bagian dari dosen dan tendik aktif Unand.

“Mestinya Unand malu mendatangkan ratusan aparat mendatangi seorang perempuan dengan cara-cara seperti itu,” sebut Nek Nely, salah seorang warga yang menyaksikan proses perubuhan itu.

Zuldesni dan warga sendiri sudah sering menyampaikan harapan agar masalah ini diselesaikan dengan cara elok tanpa surat-surat yang saban waktu berisi ancaman dan intimidasi. Namun Rektor Universitas Andalas bergeming dengan mengirimkan Azral dan Hary Efendi yang sedang tugas belajar (S3) dengan tim sembilannya beberapa waktu lalu. Tim ini menegosiasikan pengusiran Zuldesni dari rumah yang dia huni.

Pasca kedatangan Hary Efendi dan Tim Sembilan, Rektor Unand memerintahkan dekan FISIP agar menyidang Zuldesni dengan dugaaan pelanggaran disiplin PNS sesuai PP 94 tahun 2021. “SK Rektor itu sendiri salah, dan cacat hukum,” terang kuasa hukum warga Ali Syamiarta dari kantor Advokat Menara Justice, Jakarta.

“Ada banyak kesalahan pada SK Rektor itu. Pertama, SK pencabutan penghunian itu tidak jelas ditujukan kepada siapa, karena tidak ada lampirannya. Kedua, keluarnya SK katanya demi pelaksanaan Master Plan dimana ada rencana pembangunan Rusun ASN, dll. Justru dalam pertemuan dengan sebagian warga pada tanggal 20 September 2021, Rektor dan WR II mengakui kalau keputusan mereka tak lain karena mengharapkan dana sisa PUPR untuk pembangunan Rusun ASN itu.”

“Harapan pada kucuran dana sisa PUPR itu, maka salah satu syaratnya adalah ketersediaan lahan, dan Unand memutuskan menggunakan area rumah negara dengan mengusir penghuni lebih dulu, baru kemudian mengajukan permohonan penghapusan aset dalam bentuk bangunan rumah. Jadi warga yang dikorbankan oleh Rektor demi kucuran dana proyek dari PUPR itu,” tegas Ali Syamiarta.

Perubuhan rumah negara yang dihuni Zuldesni mestinya secara aturan dapat dilakukan setelah keluarnya keputusan tentang penghapusan aset. Unand sebagai kuasa pengguna barang cuma boleh mengusulkan ke kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek-Dikti, yang selanjutnya diusulkan kepada Sri Mulyani selaku pengelola barang milik negara.

“Bila Bu Sri Mulyani sudah ada teken itu keputusan. Saya sendiri yang akan minta para pemberi kuasa ke saya untuk keluar. Tapi dalam sidang bukti-bukti di PTUN, kuasa hukum Rektor Unand tak ada menunjukkan surat keputusan menteri keuangan dimaksud,” sebut Ali.

Usaha Zuldesni dan warga Rumah Negara Limau Manis sudah sangat panjang, yang dimulai sejak April 2021 lalu. Perjuangan itu bahkan sampai ke pihak kepolisian yang berujung pada SP3 dari Polda terkait pelaporan Rektor oleh Zuldesni karena diduga telah menyalahgunakan wewenang. “Saya sudah tak tahu lagi mesti kemana,” kata Zuldesni lemah.

“Kami sudah menempuh seluruh jalur hukum, namun hegemoni Rektor dan kampus telah membuat banyak orang tutup mulut, dan takut bila berdekatan dengan kami, bahkan demikian kawan-kawan di kampus. Untuk menyatakan simpati atas perubuhan hunian saya ini saja, mereka diam. Padahal mereka mengetahui bahkan turut hadir karena disiarkan secara virtual,” terang Zuldesni.

“Satu hal yang pasti bagi saya dan kami warga di sini. Bahwa saya dan warga, telah melawan ketidakadilan ini dengan sebaik-baiknya, dan sehormat-hormatnya,” kata Zuldesni dengan wajah tegar. (***)

Exit mobile version