Meski tertarik, Nova mengaku belum menguji kandidat vaksinnya ini dengan varian Delta. Namun, ia optimis vaksinnya ampuh untuk menghadapi varian itu. “Sebenarnya, modifikasi dalam hal merekayasa ulang komponen vaksin tidak terlalu sulit, jadi saya rasa kami bisa merekayasa ulang sebagian vaksin dengan varian terbaru,” jelasnya.
“Dan bahwasanya vaksin kami memicu respons imun yang sangat, sangat kuat – ditambah dengan respons T-cell di area (domain pengikat reseptor/RBD) yang terkonservasi – saya rasa kami cukup yakin vaksin ini bahkan memberikan perlindungan terhadap Delta,” kata dia.
Menurutnya, vaksin yang dikembangkannya ini memiliki kelebihan dibandingkan vaksin Corona lainnya. Itu karena lebih mudah di didistribusikan. “Karena (vaksin) ini protein-based jadi lebih mudah untuk dibuat dan untuk didistribusikan juga sangat mudah. Karena kalau misalnya (vaksin) mRNA harus (disimpan pada suhu) dingin, lalu vaksin yang lain juga harus dingin,” jelasnya.
“Kalau yang ini bisa dikeringkan, jadi dilyophilized (pengeringan beku), jadi bisa ringan juga untuk ditransfer ke mana-mana. Ditinggal di suhu ruangan 1-2 minggu juga nggak apa-apa,” lanjutnya.
Nova berharap vaksin berbasis protein yang dikembangkannya ini bisa diproduksi dengan mudah di Indonesia. Sebab, Indonesia sudah punya teknologi yang mendukung untuk memproduksi vaksin berbasis protein. “Saya harap vaksin ini nantinya bisa digunakan di Indonesia. Saya pikir sesuai rencana, pada intinya saya ingin menggunakan teknologi yang memang kapasitas manufakturnya sudah ada di sana,” ujar Nova.
“Itu sebabnya saya tidak tertarik meneliti (vaksin) mRNA, karena butuh waktu beberapa tahun untuk membangun kapasitas manufakturnya hingga berada pada skala yang diperlukan. Sebab di Amerika pun teknologi itu masih sangat baru,” pungkasnya. (detik.com)