PADANG, RADARSUMBAR.COM – Ketua DPRD Sumbar Supardi mengatakan, pihaknya berencana melakukan pembahasan dengan pemerintah provinsi terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi Sumbar. Nantinya, terang Supardi, pihaknya meminta Gubernur berkoordinasi dengan pemerintah kota maupun kabupaten dalam mengambil kebijakan terkait hal ini.
“Jangan biarkan kasus kekerasan seksual menjadi lazim di tengah masyarakat,” ujar Supardi saat dihubungi radarsumbar.com, Jumat (19/11/2021) malam.
Menurut Supardi, banyak faktor yang mempengaruhi kasus-kasus itu terjadi. Selain keterbatasan masyarakat yang banyak di rumah di masa pandemi, faktor berkembangnya digitalisasi juga berperan. “Seluruh masyarakat bisa mengakses apa saja di smartphone. Kemudian ada beberapa kalangan masyarakat yang tidak bijaksana menggunakan kemajuan teknologi itu,” tambahnya.
Dia mengungkapkan, seluruh unsur harus dirangkul dalam pembangunan moral yang baik, terpenting yaitu adalah ulama. “Sehingga kasus-kasus tersebut bisa diantisipasi sebelum lebih mencoreng marwah Minangkabau,” sebutnya.
Saat ini, Pemerintah Provinsi Sumbar tengah intens bekerja dengan pemerintah kota dan kabupaten. Tentunya, Gubernur juga harus mengambil inisiatif mengundang kepala daerah untuk mencarikan solusi. Salah satunya, bisa saja dengan kembali beraktifitas di masjid dan surau, karena saat pandemi terjadi hal ini sangat jarang sekali ditemukan di daerah yang berlandaskan ASB-SBK ini.
“Pemerintah harus bisa bekerjasama dengan para ulama, harus ada semacam diskusi atau pengajian. Ini yang cenderung kita lalai ketika pandemi terjadi, keterlibatan ulama harus ada sebab apa yang terjadi saat ini sudah sangat memalukan,” tambahnya.
Kemudian, harus ada penguatan dari RT dan RW kepada warga, jangan ada di lingkungannya yang bertindak ‘semau gw’. “Adab harus menjadi junjungan, jangan nanti gara-gara HAM mereka berbuat seenaknya,” jelas Supardi.
Ditanya terkait hukum kebiri untuk para pelaku, Supardi menilai hal itu hanya untuk memberikan efek jera. Sebab, tanpa hukuman itu, para pelaku ini sudah pasti mendapatkan sanksi moral dan sanksi sosial di tengah masyarakat. Tapi, saat ini masyarakat cenderung tidak memikirkan itu karena perilaku moral yang sudah menurun.
“Nah, untuk pemerintah, hanya bisa melakukan upaya antisipasi dan pemerintah bisa konsentrasi jangan sampai ada kejadian berikutnya di kemudian hari. Yang penting itu secara kewenangan, pemerintah juga harus berusaha memperbaiki akhlak,” tutupnya.
Berdasarkan data Nurani Perempuan, angka kasus kekerasan seksual di Sumbar dalam kurun waktu satu tahun belakangan cukup tinggi. Yaitu, ada 63 kasus kekerasan seksual yang terjadi sejak Januari 2021. Kemudian, Nurani Perempuan menyebutkan, dari Januari hingga Juli 2021 setidaknya ada 7 kasus pemerkosaan yang terjadi di Sumbar.
Rinciannya, 4 pelecehan seksual dan 1 kasus sodomi. Pada 2019 lalu, Nurani Perempuan mencatat ada 105 kasus yang menimpa perempuan. Berikutnya, pada 2020 tercatat mencapai 94 kasus. (rdr)