JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai pandemi virus corona (COVID-19) di Indonesia belum bisa berakhir dalam waktu dekat. Dicky menyebut karakteristik COVID-19 sangat fluktuatif sehingga belum ada yang bisa mengetahui secara pasti kapan pandemi akan berakhir di Indonesia bahkan dunia.
Hal itu Dicky sampaikan sekaligus merespons pernyataan Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi yang berpendapat bahwa pandemi COVID-19 di Indonesia akan selesai apabila pada libur Natal dan Tahun baru 2022 (Nataru) nanti nihil lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi di seluruh daerah.
“Jangankan akhir tahun 2021, bahkan awal tahun 2022, itu belum bisa kita yakini selesai. Bahkan kemungkinan pertengahan 2022 pun sulit,” kata Dicky saat dihubungi, Kamis (25/11).
Dicky menyebut, pandemi COVID-19 bukanlah permasalahan satu negara saja melainkan seluruh dunia. Artinya, apabila kondisi pandemi secara global belum membaik, maka Indonesia tidak bisa mengklaim bebas sendirian, lantaran masih ada potensi kembali dijangkiti COVID-19 akibat mobilitas internasional.
Panel Ahli Badan Kesehatan Dunia (WHO) ini juga menyatakan pandemi COVID-19 baru dinyatakan selesai apabila WHO mencabut status pandemi dan kemungkinan berubah menjadi endemi. Salah satu syarat menuju target itu di antaranya capaian vaksinasi secara global sudah menyentuh 50-60 persen dan merata.
“Dan di negara-negara maju sudah pasti vaksinasinya jauh di atas 80 persen, bahkan mungkin mereka sudah masuk dosis ketiga. Di situlah sangat besar harapan kita memasuki level di mana kasus itu sudah masuk kategori kasus terkendali,” jelasnya.
Dicky juga meminta Indonesia melihat negara-negara Eropa yang mengalami lonjakan COVID-19 dan memasuki gelombang keempat kendati capaian vaksinasi mereka tinggi. Ia sekaligus mewanti-wanti bahwa mutasi virus corona selalu berkembang, beberapa di antaranya memang berpotensi untuk menciptakan gelombang COVID-19 baru di suatu negara.
Dicky lantas berpesan, kombinasi strategi testing, tracing, treatment (3T). Kemudian kepatuhan masyarakat dalam memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas (5M), serta program vaksinasi nasional dapat menolong Indonesia selamat apabila lonjakan COVID-19 tetap terjadi.
“Pesan dari Eropa sangat jelas bahwa pandemi belum berakhir, sehingga kita tidak boleh sekalipun abai protokol kesehatan,” ujar Dicky.
Ketua Terpilih PB IDI Adib Khumaidi sebelumnya berpendapat dan berharap agar pandemi COVID-19 di Indonesia dapat lekas selesai dalam waktu dekat. Ia menilai, apabila pada momen Nataru mendatang tidak terjadi lonjakan kasus COVID-19 yang signifikan, maka Indonesia sudah dapat dikatakan mampu mengendalikan pandemi.
Adib sekaligus mewanti-wanti bahwa perilaku masyarakat akan kedisiplinan terhadap protokol kesehatan 5M harus dipertahankan bahkan ditingkatkan dalam mencegah lonjakan kasus COVID-19 pada Nataru mendatang.
“Jangan mencoba untuk mengurangi standar (prokes), sampai kapan? ya kita berharap dan parameter yang selalu saya sampaikan, di Desember Januari ini jika tidak ada lonjakan kasus positif dan tidak ada lonjakan kasus pasien yang ada di perawatan. Mudah-mudahan kita bisa selesai dengan pandemi COVID-19,” kata Adib beberapa waktu lalu.
Adib kemudian melanjutkan, pihaknya sebagai garda terdepan sudah menyiapkan sejumlah ‘amunisi’ sebagai bekal menghadapi potensi gelombang tiga COVID-19 di Indonesia pada akhir atau awal tahun nanti. Persiapan itu seperti SDM tenaga kesehatan hingga manajemen rumah sakit terhadap fluktuasi pasien COVID-19 yang dirawat inap.
Kendati demikian, Adib juga tetap mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk tetap mencukupi kebutuhan para tenaga kesehatan apabila memang benar-benar terjadi lonjakan kasus nanti. Pemenuhan kebutuhan itu seperti alat kesehatan, badan medis habis pakai, hingga oksigen. (cnnindonesia.com)