PADANG, RADARSUMBAR.COM-Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Kejati Sumbar) akhirnya menahan 12 tersangka kasus dugaan korupsi pembayaran ganti rugi lahan tol Padang-Sicincin yang merupakan proyek strategis nasional, Rabu sore.
Belasan tersangka sempat menjalani pemeriksaan secara bergantian mulai dari pukul 10.00 WIB, hingga akhirnya mereka semua digiring ke Rumah Tahanan Negara Kelas II B Padang sekitar pukul 18.01 WIB.
“Hari ini kami lakukan upaya paksa berupa penahanan terhadap tersangka sesuai dengan Pasal 21 KUHAP, dimana alasan objektif dan subjektif telah terpenuhi,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati Sumbar Suyanto didampingi Asisten Intelijen Mustaqpirin, di Padang, Rabu.
Beberapa poin dalam Pasal 21 KUHAP itu adalah karena khawatir tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi kembali tindak pidana.
Para tersangka yang ditahan oleh penyidik itu adalah penerima ganti rugi yakni BK, MR, SP, KD, AH, RF, dan SA yang juga merupakan perangkat pemerintahan nagari.
Kemudian lima tersangka lainnya adalah SS yang berlatar belakang perangkat pemerintahan nagari, YW aparatur pemerintahan di Padang Pariaman, kemudian J, RN, US dari BPN selaku panitia pengadaan tanah.
Seorang tersangka yang berlatar belakang penerima ganti rugi yaitu SY tidak memenuhi panggilan penyidik dengan alasan sakit, Kejati Sumbar akan kembali melayangkan surat panggilan pada Selasa (7/12) mendatang.
Sebelum ditahan, kata Suyanto, 12 tersangka sempat menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu serta didampingi oleh pengacara masing-masing.
“Mereka akan ditahan untuk 20 hari ke depan, sementara itu proses pemberkasan kasus juga terus kami kebut,” katanya lagi.
Sebelumnya, 12 orang, satu di antaranya adalah perempuan itu berstatus sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembayaran ganti rugi lahan tol Padang-Sicincin yang masuk proyek strategis nasional.
Diperkirakan dalam kasus itu negara mengalami kerugian keuangan mencapai Rp28 miliar, karena diduga uang pembayaran ganti rugi lahan tol yang telah digelontorkan negara diklaim secara melawan hukum oleh orang yang tidak berhak sebagai penerima ganti rugi.
Penetapan tersangka telah dilakukan oleh Kejati Sumbar pada 29 Oktober 2021, mereka diproses dalam 11 berkas terpisah.
Kejati Sumbar membeberkan kasus itu berawal saat adanya proyek pembangunan tol Padang-Sicincin pada 2020, sehingga negara menyiapkan uang sebagai ganti rugi bagi lahan yang terdampak pembangunan.
Salah satu lahan yang terdampak adalah Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) di Paritmalintang, Kabupaten Padang Pariaman, dengan uang ganti rugi diterima oleh orang per orang.
Setelah diusut lebih lanjut oleh kejaksaan ternyata diketahui bahwa Taman Kehati itu statusnya masuk dalam aset daerah dan tercatat pada bidang aset Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Padangpariaman.
Lahan itu termasuk dalam objek ketika Kabupaten Padang Pariaman mengurus pemindahan ibu kota Kabupaten (IKK) ke Parit Malintang pada 2007.
Pengadaan tanah dalam kegiatan pemindahan IKK saat itu dilengkapi dengan surat pernyataan pelepasan hak dari para penggarap tanah serta dilakukan ganti rugi.
Lahan akhirnya dikuasai oleh Pemkab Padang Pariaman dengan membangun kantor bupati (2010), hutan kota (2011), ruang terbuka hijau (2012), Kantor dinas (2014), termasuk Taman Kehati (2014) berdasarkan SK Bupati seluas 10 hektare.
Pembangunan dan pemeliharaan Taman Kehati saat itu menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Lingkungan Hidup serta APBD Padang Pariaman.
Asintel Kejati Sumbar menegaskan penyidikan kasus saat ini murni terkait pembayaran ganti rugi lahan saja, bukan pengerjaan fisik proyek tol, sehingga tidak akan berdampak pada pengerjaan proyek tol, apalagi menghambat pengerjaannya.
“Pemrosesan ini bagian dari upaya kejaksaan dalam mendukung proyek tol sebagai proyek strategis nasional, jangan sampai ada pihak tak bertanggung jawab yang mengambil keuntungan pribadi dan merugikan keuangan negara,” katanya pula. (ant)