Minta Polri tak Reaktif terhadap Kritik Mural, Jokowi: Ada Mural aja Takut, Ngapain?

Ilustrasi mural kritik polisi. (net)

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta kepolisian tidak asal menindak masyarakat yang mengkritik kinerja pemerintah. Jokowi khawatir tindakan polisi tersebut membuat indeks kebebasan berekspresi turun.

Menurut Jokowi, polisi memang harus tegas dalam menindak siapapun yang terbukti melanggar hukum atau melakukan kejahatan. Namun, ia menekankan agar polisi tidak mudah menangkap orang karena mengkritik pemerintah.

Jokowi meminta Listyo memberitahu jajarannya di tingkat polsek untuk tidak terlalu mengurusi masalah mural. Menurutnya, mural bernada kritik itu masalah kecil. Ia bahkan tak masalah dirinya kerap mendapat fitnah dan makian. “Urusan mural aja ngapain sih? Wong saya dihina, saya dimaki-maki, difitnah udah biasa. Ada mural aja takut. Ngapain?” ujar Jokowidalam arahannya kepada Kepala Kesatuan Wilayah Polri dan TNI di Bali, Jumat (3/12).

“Baca ini hati-hati. Ini kebebasan berpendapat, tapi kalau menyebabkan ketertiban masyarakat di daerah menjadi terganggu, beda soal,” katanya menambahkan.

Jokowi mencontohkan respons polisi yang berlebihan terhadap mural berisi kritik dirinya. Ia mengaku heran dengan tindakan tersebut. “Sekali lagi ini persepsi. Dikit-dikit ditangkap. Oleh sebab itu pendekatan harus persuasif dan dialogis. Persuasif dan dialog,” kata Jokowi.

Mantan wali kota Solo itu meyakini Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tak mungkin memerintahkan untuk menghapus mural ataupun memproses hukum yang membuat mural tersebut. “Contoh kecil-kecil saja. Mural dihapus. Saya tahu enggak mungkin itu perintahnya Kapolri, enggak mungkin. Perintahnya kapolda juga enggak mungkin. Perintahnya kapolres juga enggak mungkin,” ujarnya.

Lebih lanjut, Jokowi meminta kepolisian juga tak berlebihan menanggapi pihak-pihak yang melontarkan kritik dengan memeriksa mereka. Menurutnya, aparat keamanan harus menghormati kebebasan berpendapat dan menyerap aspirasinya. “Kritik dipanggil, mengkritik dipanggil. Kalau mengganggu ketertiban, iya silakan, tapi kalau enggak, jangan. Karena kita sudah menyatakan ini negara demokrasi. Hormati kebebasan berpendapat dan serap aspirasinya,” ujarnya. (cnnindonesia.com)

Exit mobile version