JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Pakar Pertanian, Agroklimatologi, dan Perubahan Iklim Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Dwi Apri Nugroho, menyebutkan bahwa program cetak sawah baru seluas 3 juta hektare adalah salah satu solusi penting untuk mencapai swasembada pangan di Indonesia.
Program ini dirasa sangat relevan mengingat proyeksi peningkatan kebutuhan pangan seiring pertumbuhan populasi Indonesia yang diperkirakan mencapai 330 juta jiwa pada 2050.
“Cetak sawah adalah salah satu solusi menuju swasembada pangan. Selain itu, inovasi dan pengembangan teknologi pertanian juga menjadi kunci penting,” ujar Bayu dalam keterangan pers yang diterima pada Jumat (25/10/2024).
Bayu menegaskan bahwa program cetak sawah ini berfokus pada pemanfaatan lahan tidur tanpa mengubah fungsi lahan hutan.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dari satu kali tanam menjadi dua hingga tiga kali per tahun, guna memperkuat produksi pangan dalam negeri.
“Cetak sawah ini bukan berarti alih fungsi lahan hutan. Fokusnya adalah meningkatkan IP—dari biasanya satu kali tanam per tahun menjadi dua hingga tiga kali,” jelas Bayu.
Bayu juga optimistis bahwa swasembada pangan dapat dicapai, terutama mengingat banyak negara kini mulai menerapkan pembatasan ekspor pangan akibat perubahan iklim dan ketidakpastian geopolitik global.
“Artinya, suplai pangan global berkurang, sehingga kita harus mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri sendiri,” tegasnya.
Lebih lanjut, Bayu menekankan bahwa pencapaian swasembada pangan tidak bisa hanya dibebankan kepada Kementerian Pertanian.
Dia menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) dan Perum Bulog, untuk mendukung program lumbung pangan.
“Setiap lembaga memiliki peran penting dalam mendukung lumbung pangan. Jadi, swasembada pangan tidak bisa menjadi tanggung jawab Kementan saja,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Yudi Sastro, menyampaikan bahwa produksi padi pada Triwulan III tahun 2024 telah mencapai 43,28 juta ton GKG, atau sekitar 78,09 persen dari target tahunan sebesar 55,42 juta ton.
Menurut Yudi, keberhasilan ini didukung oleh beberapa faktor, seperti gerakan percepatan tanam nasional, pengembangan kawasan padi melalui bantuan saprodi seluas 1,1 juta hektar, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), serta penanganan dampak perubahan iklim.
“Kami akan terus mendukung percepatan tanam di daerah-daerah berpotensi melalui kegiatan pompanisasi, untuk menambah luas tanam dan mendukung peningkatan produksi padi 2024,” kata Yudi.
Yudi juga menambahkan bahwa produksi padi pada 2023 berhasil melampaui target sebesar 52,12 juta ton GKG, mencapai 53,63 juta ton GKG atau 102,88 persen dari target.
Dukungan pemerintah dalam bentuk bantuan budidaya padi seluas 1,10 juta hektare berkontribusi sebesar 10,46 persen terhadap realisasi luas tanam dan panen padi nasional, serta menyumbang sekitar 9,38 persen dari produksi padi nasional tahun tersebut. (rdr/infopublik)