JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Padang Pariaman membutuhkan Light Detection and Ranging (Lidar) sebuah alat yang dapat memantau keakuratan sebaran abu vulkanik di sekitar bandara.
“Ada alat yang disebut Lidar namun kita belum memilikinya. Alat ini bisa berfungsi menangkap aerosol atau partikel debu,” kata Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Desindra Deddy Kurniawan di Padang, Sabtu.
Penggunaan Lidar dibutuhkan terutama berkaitan dengan aktivitas kebandarudaraan. Apalagi, saat ini Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah menaikkan status Gunung Marapi dari level waspada menjadi siaga menyusul letusan secara tidak kontinyu yang terjadi sejak 3 Desember 2023.
Berdasarkan catatan BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau Padang Pariaman, sedikitnya sudah ada lima kali penutupan Bandara Internasional Minangkabau (BIM) akibat sebaran abu vulkanik.
Dia mengatakan selama ini BMKG bersama Kantor Otoritas Bandar Udara, Angkasa Pura II Cabang BIM dan pihak terkait mengandalkan citra satelit Himawari 9 serta paper test untuk mengecek sebaran abu vulkanik di sekitar bandara.
Akan tetapi, katanya, penggunaan citra satelit Himawari 9 dengan metode Red Green Blue tidak bisa selalu efektif terutama ketika terjadi tutupan awan di sekitar kawasan bandara.
Oleh karena itu, pengadaan Lidar dibutuhkan agar pemantauan abu vulkanik lebih akurat. Dampak buruk apabila abu vulkanik masuk kawasan bandara, yakni dapat menyumbat sistem pemantau kecepatan udara yang merupakan bagian penting ketika terbang dan mendarat, dan selanjutnya dapat mengganggu navigasi serta sistem elektronik lainnya.
Sebaran abu vulkanik juga menyebabkan landasan menjadi licin sehingga membahayakan aktivitas lepas landas maupun saat pesawat akan mendarat.
Selain itu, abu vulkanik bisa merusak fungsi mesin (turbine compressor) pada pesawat sehingga mengurangi efisiensi. (rdr/ant)
Komentar