Para peneliti pun mengumpulkan mikrobioma dari tikus untuk memastikan bahwa mikroba usus memang merupakan pengatur utama kenaikan berat badan ketika berhenti merokok.
Tikus penerima antibiotik mengembangkan keseimbangan mekroba yang serupa dengan yang diamati pada tikus merokok dan secara bertahap mengalami kenaikan berat badam. Peningkatan berat badan secara signifikan terjadi pada tikus merokok ketika diobati dengan antibiotik sebelum transplantasi.
Selanjutnya, para peneliti mengkarakterisasi metabolit bioaktif yang dihasilkan atau diubah oleh mikrobioma ketika terpapar asap rokok. Mereka mengidentifikasi dua molekul kecil yang mungkin menjadi penyebab kenaikan berat badan setelah berhenti merokok.
Salah satunya adalah dimethylglycine atau DMG, metabolit yang dihasilkan dari nutrisi makanan kolin oleh mikrobioma usus dan hati. Produksi DMG ditingkatkan selama paparan aktif terhadap asap rokok, tetapi secara substansial berkurang ketika mikrobioma usus tikus yang merokok habis oleh antibiotik.
Ketika tikus yang diberi antibiotik ini diberi suplemen DMG, kemampuan mereka untuk menambah berat badan kembali setelah mereka tidak lagi terpapar asap rokok. Ketika tikus diberi makanan yang kekurangan kolin, yaitu kekurangan prekursor yang diperlukan untuk produksi DMG.
Mereka tidak akan mengalami kenaikan berat badan signifikan setelah tidak terpapar asap rokok. Pada akhirnya, para peneliti menilai perubahan mikroba metabolit inilah yang mungkin berhubungan dengan kenaikan berat badan setelah berhenti merokok.
Tapi, studi lebih lanjut diperlukan untuk menilai perubahan metabolis inilah atau metabolit lain yang dihasilkan oleh mikrobioma yang meningkat sebagai pemicu kenaikan berat badan setelah berhenti merokok pada manusia. (rdr)
sumber: HiMedik