JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Lebih dari 30 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, tewas dan jasad mereka terbakar di Kayah, negara bagian yang dilanda konflik di Myanmar, pada Jumat, 24 Desember 2021, menurut warga setempat serta laporan media dan kelompok hak asasi manusia.
Kelompok pembela HAM Karenni mengungkapkan bahwa mereka menemukan jenazah-jenazah pengungsi, termasuk lansia, perempuan, dan anak-anak dalam keadaan hangus di dekat Desa Mo So di Kota Hpruso pada Sabtu (25/12). Mereka tewas di tangan militer yang memerintah Myanmar, kata kelompok tersebut.
“Kami mengecam keras pembunuhan tidak manusiawi dan brutal itu, yang melanggar HAM,” kata kelompok tersebut di akun Facebook. Militer Myanmar mengaku telah menembak dan membunuh sejumlah “teroris dengan senjata” dari angkatan bersenjata kubu oposisi di desa itu, kata media pemerintah.
Militer Myanmar tidak langsung dapat dihubungi untuk dimintai komentar. Sejumlah foto yang dibagikan oleh kelompok HAM dan media setempat memperlihatkan potongan-potongan tubuh hangus di truk yang terbakar.
Pasukan Pertahanan Nasional Karenni, salah satu milisi sipil terbesar penentang junta yang memimpin kudeta 1 Februari, mengatakan bahwa korban tewas bukanlah anggota mereka, tetapi warga sipil yang mencari perlindungan. “Kami syok melihat semua jasad dengan berbagai ukuran, termasuk anak-anak, perempuan dan lansia,” kata komandan kelompok itu kepada Reuters.
Seorang warga, yang meminta identitasnya dirahasiakan, menyebutkan bahwa ia mengetahui ada nyala api pada Jumat malam, namun dai tidak bisa mendatangi ke lokasi kejadian sebab penembakan sedang berlangsung. Myanmar terjebak ke dalam konflik sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih peraih penghargaan Nobel Aung San Suu Kyi hampir 11 bulan yang lalu, dengan alasan bahwa pemilihan pada November tahun lalu–yang dimenangi partai Suu Kyi–berlangsung dengan penuh kecurangan.
Sejumlah pemantau asing mengatakan bahwa pemilu Myanmar itu berlangsung secara adil. Para warga sipil yang geram dengan kudeta dan penindakan keras terhadap pengunjuk rasa kemudian mengangkat senjata. Banyak warga setempat kemudian membentuk pasukan perlawanan terhadap junta militer.
Militer telah menganggap banyak penentangnya sebagai kelompok-kelompok terlarang dan mengecap mereka sebagai pengkhianat atau teroris, termasuk terhadap kelompok Pemerintah Persatuan Nasional–yang berupaya melobi komunitas internasional dan mencegah junta memperkuat cengkeramannya. (ant)