PBB Tolak Usulan Trump Relokasi Warga Palestina, Kritisi Kekerasan Israel di Tepi Barat

Seorang anak perempuan menangisi kerabatnya yang tewas dalam serangan Israel di RS Nasser, Khan Younis, Jalur Gaza selatan, pada 21 Juni 2024. (ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad/aa.)

Follow WhatsApp Channel, Telegram, Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (27/1) menanggapi penolakan terhadap usulan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menyarankan pemindahan warga Palestina ke luar Jalur Gaza. PBB menegaskan bahwa mereka menentang segala bentuk rencana yang dapat menyebabkan pemindahan paksa penduduk atau bahkan berpotensi menjadi pembersihan etnis.

“Kami menentang setiap rencana yang akan menyebabkan pemindahan paksa penduduk atau mengarah pada pembersihan etnis dalam bentuk apa pun,” ujar juru bicara PBB, Stephane Dujarric, dalam konferensi pers.

Pada Sabtu (25/1), Trump menyarankan untuk “membersihkan” Gaza dan memindahkan warga Palestina ke Mesir dan Yordania, dengan menyebut wilayah tersebut sebagai “lokasi yang telah hancur total” akibat perang genosida Israel. Usulan ini segera mendapatkan penolakan dari berbagai pihak.

Dujarric mengingatkan bahwa Mesir, Yordania, serta Liga Arab juga telah menangguhkan rencana tersebut dan dengan tegas menolak segala bentuk pemindahan atau relokasi warga Palestina dari tanah mereka. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) turut menegaskan penolakan ini.

Mengenai situasi di Tepi Barat, Dujarric juga menyampaikan kekhawatiran terkait meningkatnya serangan militer Israel di wilayah tersebut. “Kami sangat prihatin dengan memburuknya situasi di Tepi Barat,” kata Dujarric, yang mengkritik “aktivitas kekerasan tak terkendali oleh pemukim Israel terhadap warga sipil Palestina” di wilayah tersebut.

Dujarric juga menekankan pentingnya untuk tidak mengalihkan perhatian dari Tepi Barat meskipun Gaza tetap menjadi fokus utama. Menanggapi situasi terkini di Tepi Barat, ia mengutip peringatan dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) terkait kondisi yang semakin memburuk di Jenin dan kamp pengungsi di wilayah itu.

Operasi militer Israel yang telah berlangsung selama tujuh hari sejak 21 Januari 2025 telah menyebabkan korban jiwa dan menghancurkan infrastruktur. Dujarric juga mengingatkan tentang pembunuhan seorang balita Palestina oleh pasukan Israel akhir pekan lalu, yang menambah kekhawatiran atas situasi yang semakin memburuk. “Sejak operasi di Jenin dimulai pada 21 Januari, telah dilaporkan 16 kematian,” tambahnya.

Pada hari yang sama, serangan udara di kamp pengungsi Tulkarm dilaporkan menewaskan dua warga Palestina, semakin meningkatkan kekhawatiran atas penggunaan kekuatan yang melampaui batas penegakan hukum. Dujarric juga menegaskan bahwa rumah sakit harus dilindungi setiap saat dan bukan menjadi sasaran serangan, seraya menyoroti pengepungan Rumah Sakit Pemerintah Tulkarm oleh pasukan Israel.

Ketegangan di Tepi Barat terus meningkat akibat perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 47.300 orang dan melukai 111.500 orang lainnya sejak 7 Oktober 2023. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, serangan pasukan Israel di wilayah pendudukan telah menyebabkan lebih dari 880 warga Palestina tewas dan lebih dari 6.700 lainnya terluka.

Perang genosida di Gaza sempat dihentikan dengan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025. Meskipun ada jeda sementara, ketegangan di wilayah tersebut terus berlanjut.

Pada Juli 2023, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah ilegal dan menyerukan pengosongan semua pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. (rdr/ant/anadolu)

Exit mobile version