Kedubes RI Minta WNI Waspada Dampak Buruk Aksi Protes Anti-pemerintah di Kazakhstan

kerusuhan di kazakhstan. ©Pavel Mikheyev/ Reuters

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Pasukan Rusia tiba di Kazakhstan atas permintaan presiden otoriter negara itu, di tengah upaya menumpas aksi protes anti-pemerintah.

Suara tembakan senapan mesin bergema di kota terbesar Kazakhstan, Almaty, seiring korban jiwa terus bertambah. Di alun-alun utama, gedung-gedung pemerintah terbakar dan pasukan keamanan menekan ratusan demonstran. Presiden menyalahkan “teroris” yang dilatih oleh pihak asing, tanpa memberikan bukti.

Dalam sebuah pidato di saluran TV pemerintah pada hari Rabu (05/01), Presiden Kassym-Jomart Tokayev meminta bantuan kepada Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang dipimpin Rusia untuk memadamkan protes. Blok tersebut mencakup Rusia, Kazakhstan dan negara-negara bekas Soviet yaitu Belarus, Tajikistan dan Armenia.

Pasukan yang dikirim ke Kazakhstan dilaporkan berjumlah sekitar 2.500 tentara. CSTO mengatakan tentara-tentara itu adalah pasukan penjaga perdamaian dan akan melindungi instalasi negara dan militer. Mereka akan tinggal di negara itu selama beberapa hari atau minggu, lansir kantor berita Rusia RIA.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan sedang memantau dengan cermat pengerahan pasukan Rusia. “Amerika Serikat dan, terus terang, dunia akan mengawasi setiap pelanggaran hak asasi manusia,” kata seorang juru bicara. “Kami juga akan mengawasi tindakan apa pun yang mungkin menjadi dasar untuk penyitaan institusi-institusi Kazakh.”

PBB, AS, Inggris, dan Prancis telah meminta semua pihak untuk menghentikan kekerasan. Adapun Dubes RI di Kazakshtan, Fadjroel Rachman, telah menyampaikan agar para WNI di negara tersebut untuk selalu waspada, menjauhi kerumunan, dan tidak bepergian ke luar rumah kecuali untuk hak-hal penting. “Ada 141 orang WNI di Kazakshtan,” kata Fadjroel kepada BBC News Indonesia.

Sekitar 18 anggota pasukan keamanan tewas di Almaty, kata para pejabat, dan polisi, telah membunuh puluhan orang yang disebut sebagai “perusuh” dalam semalam.

Saule, seorang pekerja konstruksi berusia 58 tahun yang ikut serta dalam aksi protes, berkata kepada kantor berita AFP bahwa dia melihat pasukan keamanan menembaki para demonstran. “Kami melihat mereka tewas,” katanya. “Sekitar 10 orang tewas dalam sekejap.”

Kementerian Dalam negeri Kazakhstan mengatakan 2.298 pengunjuk rasa juga telah ditahan. Adapun kepolisian mengatakan puluhan orang tewas. Kerusuhan dimulai pada hari Minggu ketika harga liquefied petroleum gas (LPG) – yang digunakan banyak orang di Kazakhstan untuk bahan bakar mobil mereka – naik dua kali lipat, membuat para pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan.

Pemerintah mengatakan pada hari Kamis (06/01) bahwa batas harga bahan bakar akan dipulihkan selama enam bulan. Kebijakan serupa juga berlaku untuk bensin dan diesel. Tetapi pengumuman itu tidak mampu mengakhiri protes, yang telah diperluas untuk memasukkan keluhan politik lainnya.

Kazakhstan sering digambarkan sebagai otoriter, dan sebagian besar pemilihan dimenangkan oleh partai yang berkuasa dengan hampir 100% suara. Tidak ada oposisi politik yang efektif.

Bangunan terbakar dan antrean panjang

Alun-alun Almaty yang ramai telah berubah menjadi zona konflik, lengkap dengan bangunan dan kendaraan yang terbakar. Banyak orang takut pergi ke luar, terutama di malam hari karena bentrokan terus berlanjut. Suara tembakan dan ledakan mengingatkan orang-orang akan bahaya meninggalkan rumah mereka.

Kelompok sipil setempat memblokir pintu masuk ke desa mereka di dekat Almaty supaya tidak dijarah. Pos pemeriksaan dan penghalang darurat memblokir pintu masuk ke kota, sehingga orang menggunakan jalan-jalan sempit untuk masuk dan keluar dari Almaty.

Ada antrean panjang di pom bensin. Warga kesulitan membeli makanan karena pusat perbelanjaan, supermarket, kafe, dan restoran semuanya tutup; hanya toko-toko kecil yang masih buka. Internet masih diblokir, sehingga orang tidak dapat menarik uang, atau mengisi-bagi ponsel mereka.

Kediaman presiden di Almaty dan kantor walikota dibakar pada hari Kamis. Militer sekarang sudah menguasai lagi bandara utama, yang sempat diambil alih oleh pengunjuk rasa. Kementerian Kesehatan Kazakhstan mengatakan sekitar 1.000 orang terluka dalam kerusuhan itu.

Pertumpahan darah terjadi setelah Presiden Tokayev memecat seluruh kabinetnya pada hari Rabu (05/01) dalam usaha untuk mencegah demonstrasi. Dia juga memecat pendahulunya yang berkuasa, Nursultan Nazarbayev, yang memegang jabatan keamanan nasional sejak mengundurkan diri sebagai presiden. (detik.com)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version