PADANG, RADARSUMBAR.COM – Berbagai permasalahan perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan mengemuka saat rapat kerja program tahun 2022 Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Provinsi Sumbar dengan stakeholder perguruan tinggi, organisasi NGO serta LSM di Provinsi Sumbar, Kamis (20/1).
Kepala Dinas P3APPKB Provinsi Sumbar, Gemala Ranti mengungkapkan, hatinya sangat miris, ketika baru saja bertugas di dinas tersebut, sudah menerima laporan adanya kasus perkosaan terhadap perempuan.
Menurutnya, perempuan perlu diberdayakan untuk mencegah adanya tindak kekerasan. Namun, yang terpenting menurutnya, pendidikan agama sangat penting untuk melindungi perempuan.
Gemala berharap, agar melalui pertemuan dengan stakeholder dan organisasi NGO serta LSM hari ini, dapat bekerjasama untuk melaksanakan kegiatan, baik secara bersama maupun di masing-masing lembaga. Terutama agar kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dapat diminimalisir dan pengetahuan masyarakat dapat ditingkatkan terhadap perempuan dan perlindungan anak.
“Ini tanggungjawab kita bersama. Pemerintah mempunyai regulasi-regulasi yang terkait dengan program dan kegiatannya. Diharapkan program ini dapat dilaksanakan bersama untuk Sumbar. Saya berharap sumbang saran, agar kegiatan ke depan lebih baik lagi. Agar Sumbar menjadi daerah ramah anak dan peduli pemberdayaan perempuan dan keluarga,” harap Mantan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar itu.
Pada kesempatan itu, M Tito dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) mengkritisi tidak adanya program pendampingan yang dilaksanakan Dinas P3APPKB Provinsi Sumbar selama ini, saat ada kasus anak yang diekploitasi dan pencabulan terhadap anak. “Saat ada kasus pencabulan terhadap anak, tidak nampak dalam program di dinas ini. Di saat ada proses hukum yang dilalui korban yang mendampingi justru banyak dari Dinas Sosial,” ungkap pria yang berprofesi sebagai advocat ini.
Tito juga mengkritisi minimnya sosialisasi terhadap perlindungan perempuan dan anak, yang berdampak terhadap banyaknya korban bagi ibu dan anak. “Saya katakan lagi, pendampingan itu yang banyak dari Dinas Sosial. Apalagi sekarang kasus pencabulan terhadap anak banyak sekali. Kita bingung dari organisasi, karena banyak masyarakat yang tidak paham tentang pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan anak,” terangnya.
Tito bahkan mengungkapkan, organisasinya justru pada tahun 2022 ini melaksanakan program terkait evaluasi penanganan korban anak kekerasan dengan menjalin kerjasama dengan DPR. “Kita berharap dengan Dinas P3APPKB Provinsi Sumbar bisa memfasilitasi organisasi untuk tingkat bawah,” harapnya.
Sementara, Tanty Nerida dari organisasi LP2M mengungkapkan, pihaknya tidak menemukan data lengkap penyandang disabilitas dan lansia di Provinsi Sumbar. “Saya berharap ada profilnya. Riset lansia tidak dilakukan tanpa bisa memenuhi data,” terangnya.
Termasuk juga pentingnya program sosialisasi pemberdayaan perempuan bidang politik. “Perlu ada pelatihan agar perempuan bisa duduk di legislative dan perlu dipertajam roadmap kegiatannya,” ungkapnya.
Tanty juga menilai pentingnya advokasi kebijakan peraturan daerah (perda) perlindungan anak juga perlu dilakukan. Tanty juga mengusulkan perlu program penanganan ketahanan keluarga dengan adanya perubahan iklim saat ini. “Yakni, bagaimana keluarga menyiapkan diri karena perubahan iklim yang terjadi yang berdampak ketahanan pangan dan juga pada perempuan dan anak. Ada lima kabupaten kota yang masuk program nasional ketahanan pangan. Ini harus jadi perhatian,” harapnya.
Marlina Suswati, Perwakilan KPPI Sumbar mengatakan, Dinas P3APPKB Provinsi Sumbar memiliki program yang cukup banyak. Tapi untuk melaksanakannya, butuh anggaran yang mencukupi. “Mengenai program penanganan kekerasan perempuan dan anak yang makin meningkat, agar anggarannya harus lebih besar diplot ke program ini,” harapnya.
Sementara, Meri dari Women Crisis Centre (WCC) Nurani Perempuan, mengatakan, program pencegahan kekerasan perempuan dan anak perlu jadi perhatian. Apalagi dengan meningkatnya kasus kekerasan saat ini. “Kita luput dengan pencegahan ini. Pencegahan yang perlu dilakukan di tingkat provinsi dilakukan di tingkat SMA. Usia korban kekerasan itu 0 sampai 18 tahun itu berkisar umur 16-17 tahun. Dan jumlahnya sangat tinggi,” ungkapnya.
Meri juga mengungkapkan, kasus kekerasan berbasis gender online banyak terjadi hari ini. Di mana melalui berpacaran di media sosial (medsos) saja, perempuan bisa memberikan foto dan video tubuhnya kepada laki-laki pacarnya. Kemudian perempuan itu diancam untuk disebarkan foto dan videonya oleh pacarnya.
“Kami melihat yang perlu disasar pencegahannya adalah anak-anak. Perlu ada sosialisasi bentuk kekerasan dan upaya pencegahan melalui media dan medsos serta sekolah. Jam ekstrakulikuler ada dua jam yang bisa dimanfaatkan untuk pertemuan membahas isu tentang arti penting tubuh. Bisa juga masuk kurikulum dan modul dengan menghadirkan beberapa ahli dengan psikolog,” harapnya.
Menurutnya, banyak organisasi yang peduli isu perempuan dan anak. Perlu ada dukungan seluruh organisasi sesuai perannya atas satu kasus kekerasan perempuan dan anak. “Tentu bisa didientifikasi lembaga layanan yang ada. Sehingga tidak hanya satu organisasi saja yang bekerja,” harapnya.
Sementara, Perwakilan Pusat Studi Perempuan Gender Keluarga dan Anak Universitas Andalas (Unand), Rozidateno mengatakan, perlu ada anggaran berbasis pengarusutamaan gender (PUG). Rozi juga mengkritisi soal sinkronisasi dan implementasi dari program yang dilaksanakan pemerintah daerah.
Menurutnya, pada level perencanaan program dan kegiatan di setiap OPD sangat sulit dilakukan, karena mereka tidak memahami program berbasis PUG ini.
“Termasuk di tingkat nagari. Misalnya, urusan anak, gender dan keluarga di nagari seakan-akan hanya urusan Ibu PKK. Bagaimana bersama Dinas P3APPKB Provinsi Sumbar bisa memaksa Bappeda dan TAPD dan Banggar memiliki memahami dalam perencanaan anggaran. Perlu sinergi bersama agar urusan ini jadi prioritas,” harapnya.
Firdaus dari Lembaga PKBI Cemara, mengatakan di bidang keluarga berencana (KB) ada organisasi vertikal yang mengurusnya yakni BKKBN. Namun, menurutnya, keluarga sebagai institusi terkecil jadi basis pendekatan apa saja.
Perwakilan Pusat Studi Perempuan Gender Keluarga dan Anak Universitas Andalas (Unand), Jendrius mengungkapkan, saat ini pihaknya menyiapkan Satgas Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Perempuan di Perguruan Tinggi untuk pencegahan dan penanganan kekerasan perempuan di lingkungan kampus.
Namun, Jendrius juga mengkritisi indeks pemberdayaan gender di Provinsi Sumbar yang tidak pernah naik-naik. “Sangat rendah sekali indeksnya. Tapi kenyataannya pemerintah daerah menganggap indeks ini tidak penting. Kalau bisa kita dorong bersama naik. Harus ada usaha sistematis,” harapnya. (ant)