JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan beban negara untuk melakukan impor Liquified Petroleum Gas (LPG) cukup tinggi mencapai Rp 80 triliun.
Nilai impor itu tentunya semakin tinggi dari tahun ke tahun. Tak hanya itu, Jokowi menyebutkan pemerintah juga harus mengeluarkan biaya subsidi ke masyarakat yang mencapai Rp 6-7 triliun. Kecanduan impor LPG dapat dihentikan dengan beralih ke penggunaan dimetil eter (DME) yang bersumber dari batu bara.
“Apakah ini mau kita terus-teruskan? Impor terus? Yang untung negara lain, yang terbuka lapangan pekerjaan juga di negara lain, padahal kita memiliki bahan bakunya, kita memiliki raw material-nya yaitu batubara yang diubah menjadi DME,” tegas Jokowi dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Selasa (25/1/2022).
Presiden menyebut, hilirisasi batu bara menjadi DME ini akan bermanfaat untuk mengurangi impor. Khusus untuk proyek DME yang dikembangkan oleh perusahaan patungan antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero), dan Air Products. “Kalau semua LPG nanti disetop dan semuanya pindah ke DME, duit yang gede sekali Rp 60-70 triliun itu akan bisa dikurangi subsidinya dari APBN. Ini yang terus kita kejar,” kata Jokowi.
Berdasarkan laporan dari Menteri Investasi/Kepala BPKM Bahlil Lahadalia, proyek hilirisasi ini akan membuka lapangan pekerjaan sekitar 12-13 ribu dari konstruksi yang dilakukan oleh Air Products and Chemicals, serta sekitar 11-12 ribu untuk yang dilakukan di hilir oleh Pertamina. “Kalau ada lima investasi seperti yang ada di hadapan kita ini 70 ribu lapangan pekerjaan akan tercipta. Itu yang langsung, yang tidak langsung biasanya 2-3 kali lipat. Inilah kenapa saya ikuti terus, saya kejar terus,” katanya.
Jokowi memastikan proyek ini dapat rampung sesuai rencana yaitu 30 bulan. Sehingga Indonesia bisa melepas dari ketergantungan impor LGP sesegera mungkin. “Tadi juga sebelum masuk ke sini saya kumpulkan semua yang berkaitan dengan ini untuk memastikan bahwa ini selesai sesuai yang disampaikan oleh Air Products dan juga tadi Menteri Investasi 30 bulan, jangan ada mundur-mundur lagi,” ungkap dia.
Setelah proyek hilirisasi di Sumatera Selatan selesai, dia mengharapkan kegiatan serupa dapat dilakukan di tempat lain. Ini penting karena proyek ini hanya bisa menyuplai Sumatra Selatan dan sekitarnya atau sekitar enam juta KK. “Kita memiliki deposit batubara yang yang jauh dari cukup kalau hanya untuk urusan DME ini, sangat kecil sekali,” tambahnya.
Pemanfaatan DME sebagai bahan bakar energi memiliki keunggulan seperti mudah terurai di udara sehingga tidak merusak ozon dan nyala api yang dihasilkan lebih stabil.
Lalu tidak menghasilkan polutan particulate matter (PM) dan nitrogen oksida (NOx); tidak mengandung sulfur serta pembakaran lebih cepat dari LPG. Proyek hilirisasi batubara menjadi DME telah ditetapkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional sesuai Perpres Nomor 109 Tahun 2020.
Perjanjian proyek ini ditandatangani dengan kapasitas 1,4 juta ton di Tanjung Enim tanggal 10 Desember 2020. Sementara Cooperation Agreement (CA) tercatat tanggal 11 Februari 2021 dan Cooperation Agreement Amendment (CAA) dan Conditional Processing Service Agreement (Conditional PSA) tanggal 10 Mei 2021 di Los Angeles, USA.
“Ini sudah enam tahun yang lalu saya perintah, tetapi alhamdulillah hari ini, meskipun dalam jangka yang panjang belum bisa dimulai, alhamdulillah hari ini bisa kita mulai groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta ini. (kompas.com)