PADANG, RADARSUMBAR.COM – Gubernur Sumatera Barat, bersama tiga bupati, Forkopimda serta Kementerian ATR/BPN, Kemen PUPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi, sepakat berkomitmen untuk menjalankan fungsi dan perannya masing-masing untuk menyelamatkan dua objek vital yang ada di Sumbar, yakni dua danau prioritas nasional, Danau Singkarak dan Danau Maninjau.
Ketegasan itu terungkap dalam Focus Groups Discussion (FGD) Kolaborasi Penyelamatan Danau Prioritas Nasional, di ZHM Premiere Hotel, Padang, Jumat (28/1/2022). Hadir sebagai pembicara dalam kegiatan yang digelar oleh Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kemen ATR/BPNA tersebut, Gubernur Sumbar Buya Mahyeldi.
Juga tampak, Dirjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kemen ATR/BPN Budi Situmorang, Deputi koordinasi dan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi Yudhiawan Wibisono, dan Direktur Sumber Daya Air, Kementerian PUPR, Jarot Widyoko. Sedangkan sebagai penanggap menghadirkan Bupati Solok Epyardi Asda, Bupati Tanah Datar Eka Putra, dan Bupati Agam Andri Warman.
Bupati Agam menyatakan bahwa sudah menjadi program prioritas Pemkab Agam untuk menjadikan Danau Maninjau sebagai objek wisata unggulan dan Pemkab bersama masyarakat siap menyelamatkan Danau Maninjau, namun butuh bantuan pusat karena terkendala biaya yang besar.
Bupati Tanah Datar juga menyatakan komitmennya. Bahkan menurut Eka, Ranperda RTRW sudah dalam proses. Selain itu, Eka mengaku kekurangan tenaga dalam upaya penertiban bangunan liar yang ada di sepanjang Danau Singkarak.
Hal senada juga disampaikan Bupati Solok Epyardi Asda. Ia Bahkan mengajak para pembicara untuk bersama-sama melihat langsung kondisi Danau Singkarak saat ini banyak berdiri bangunan liar disepanjang danau. Dan menurut Epyardi, pihaknya telah berupaya untuk menertibkan bangunan – bangunan reklamasi dengan cara menyegelnya.
“Kami memohon kepada bapak untuk memberikan dukungan dan moril kepada kami semua dengan komitmen Kabupaten Solok siap melaksanakan arahan dari bapak semua dan siap untuk melakukan bersama demi maju dan revitalisasi. Mudah- mudahan dengan adanya bantuan dan arahan dari bapak temasuk dari bapak Gubernur bisa kita merevitalisasi Danau Singkarak,” ucap Epyardi.
Sementara itu, Gubernur Sumbar Buya Mahyeldi, menyampaikan beberapa solusi berupa program berkesinambungan yang bisa dilakukan untuk penyelamatan danau dengan optimalisasi peran nagari. Menurut Buya, Nagari bisa tampil sebagai fungsi kontrol paling dekat dengan Danau.
“Solusi sempadan danau, bisa dimaksimalkan dengan fungsi kontrol nagari. Tingkatkan fungsi pengawasan nagari. Kita siap bersinergi dan kerjasama dalam rangka untuk pengendalian Danau Maninjau dan Danau Singkarak. Namun memang perlu dukungan dari pusat, tidak kuat kita sendiri,” kata Buya Mahyeldi.
Tujuan diadakannya FGD, ini menurut Budi Situmorang adalah untuk menegaskan bahwa negara tidak absen dan pemerintah ingin menyelamatkan 15 danau prioritas nasional yang dua diantaranya berada di Sumbar. Hal ini bahkan menjadi perhatian khusus Presiden Joko Widodo dengan terbitnya Perpres No. 60 Tahun 2021.
“Danau sebagai objek vital perlu kita selamatkan. Negara hadir dan secara tegas akan melakukan sanksi pidana sebagai kebijakan terakhir jika sudah kebablasan. Melalui FGD ini kita harap kita bisa mengetahui peran kita masing-masing. Danau prioritas ini ada nilai strategisnya.”
“Ada nilai ekonomis, ekologis, dan sosial budaya. Beberapa danau kondisinya terancam terdegradasi karena pembangunan, pemukiman, dan lainnya. Danau ini juga aset yang harus dijaga untuk generasi selanjutnya,” kata Budi.
Salah satu peran yang bisa dilakukan kepala daerah menurut Budi adalah dengan menetapkan instrumen pengendalian danau dalam rencana tata ruang tata wilayah (RTRW) masing-masing daerah.
“Pemanfaatan ruang mesti kita kendalikan, bupati memegang peran utama. Kita ingin instrumen pengendalian dimasukkan dalam RTRW, sehingga tidak akan kejadian apa yang telah terjadi di banyak daerah, danau dan situ yang hilang akibat reklamasi dan pemukiman,” tambah Budi.
Kemudian, Direktur Sumber Daya Air, Kementerian PUPR, Jarot Widyoko memaparkan daerah sempadan danau harus berjarak 100 meter dari dari danau atau minimal 50 meter. Hal ini untuk mengantisipasi daya rusak air.
Lalu, untuk pembangunan yang dibolehkan di daerah sempadan danau hanya bangunan untuk pengelolaan sumber daya air, bangunan ketenagalistrikan, jalur pipa gas dan air minum, bentangan kabel listrik dan komunikasi serta prasarana pariwisata, olahraga dan keagamaan.
“Semua itu diperbolehkan dengan catatan asal ada izin. Sedangkan untuk bangunan yang sudah terlanjur ada sebelum terbitnya PP 60 tahun 2021, statusnya status quo. Artinya dibiarkan saja, tidak boleh direhab dan izin tidak diberikan lagi,” ungkap Jarot.
Terakhir, Deputi koordinasi dan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi Yudhiawan Wibisono menjelaskan kehadiran KPK dalam persoalan danau ini adalah bagian dari tugas pokok KPK dari sisi pencegahan.
“Kami hadir karena tugas pokok kami untuk sisi pencegahan. Salah satunya manajemen aset. KPK ingin memastikan jangan sampai aset itu rusak atau hilang. Jika tidak bisa dicegah, akan ditindak. Target kami, tahun 2024, semua aset negara sudah harus bersertifikat, termasuk danau,” tegas Yudhiawan. (rdr)