PADANG, RADARSUMBAR.COM – Nagari Batang Barus, Kabupaten Solok adalah salah satu daerah dampingan PKBI Sumbar sejak tahun 2013 untuk berbagai isu seperti air bersih dan sanitasi, pengelolaan sampah rumah tangga dan studi pemetaan sosial. Namun, roh ke-PKBI-an selalu disandingkan dengan isu kesehatan reproduksi, termasuk kesehatan reproduksi pada remaja.
Seri diskusi yang melibatkan puluhan remaja ini diawali dengan identifikasi persoalan remaja. Satu per satu terungkap, mulai dari pacaran yang berlebihan, merokok, balap liar hingga tindakan yang menimbulkan penyakit seksual berisiko. Selain itu, isu remaja perempuan menggores tangan dengan silet tak kalah penting dilontarkan, ini kasus yang terjadi hingga akhir tahun 2021.
Motifnya karena galau yang kemudian menjadi trend bagi kelompok geng yang mereka bangun. Sehingga ini perlu menjadi perhatian bersama. ‘Remaja itu masa mencari jati diri’ dan ‘remaja adalah masa nakal’ adalah dua kalimat bertolak belakang yang disampaikan oleh remaja Nagari Batang Barus pada 26 Januari 2022 lalu.
Kegiatan yang difasilitasi oleh PKBI Sumbar kali ini menghadirkan dua orang narasumber yaitu Eva Herawati membahas HIV AIDS dan Febrianto Eka Putra berdiskusi tentang “Lonceng Faali”. Eva Herawati yang juga koordinator program HIV AIDS mengajak remaja berdiskusi secara partisipatif. HIV (Human Immunodeficiency Virus) atau disebut juga virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia.
Virus ini dapat ditularkan melalui cairan tubuh, darah, sperma, cairan vagina dan juga air susu ibu yang terinfeksi HIV. Eva menambahkan, berjabat tangan tidak menularkan virus namun tetap hati-hati jika seandainya ada permukaan kulit yang terluka. Selain itu, virus menular jika terpenuhinya 4 prinsip yang populer disebut dengan “kedupcuma” yaitu keluar, hidup, cukup dan masuk.
Penguatan informasi kesehatan reproduksi disampaikan juga oleh Febrianto. Koordinator program remaja PKBI Sumbar tahun 2014 ini mengajak peserta berdiskusi secara berkelompok tentang “lonceng faali” atau ciri-ciri pubertas pada remaja perempuan dan laki-laki. Secara umum remaja sudah mengetahui ciri-ciri pubertas dari guru pada mata pelajaran biologi.
“Hanya saja ada beberapa permasalahan yang mereka hadapi. Pertama, remaja perempuan ketika pertama kali menstruasi malu membeli pembalut ke warung. kedua, rasa nyeri pada organ reproduksi. Ketiga, takut orang lain mengetahui jika ia sedang menstruasi. Sedangkan permasalahan yang dihadapi oleh remaja laki-laki, yaitu khawatir orang tuanya marah karena kasurnya basah,” tuturnya.
Secara kuantitas, permasalahan yang dihadapi oleh remaja perempuan ketika pubertas lebih banyak dibandingkan remaja laki-laki. Di akhir sesi, Febrianto memberikan tips kepada remaja perempuan untuk menjaga kebersihan organ reproduksi terutama ketika menstruasi dengan mengganti pembalut. Menurutnya, jika remaja perempuan malu membeli pembalut ke warung, terus remaja menggunakan apa?
“Selain menggunakan pembalut, remaja bisa menggunakan kain yang bersih dan tidak lembab. Sedangkan untuk persoalan yang dihadapi oleh remaja laki-laki ketika mimpi basah, Febrianto menganjurkan untuk bercerita kepada orangtuanya,” jelas Eva dalam edukasinya.
Sementara, Firdaus, selaku Direktur Eksekutif Daerah PKBI Sumbar mendukung kegiatan diskusi ini di Nagari Batang Barus. Menurutnya, semua remaja berhak mendapatkan akses informasi, edukasi dan layanan kesehatan reproduksi, terutama menjaga organ reproduksi agar terhindar dari penyakit seksual berisiko seperti HIV AIDS.
“Dampingan dan edukasi dari orang tua turut berkontribusi agar anak menemukan sahabat ceritanya di rumah saat menghadapi persoalan remaja yang kian memuncak. Selain itu, penting membedakan bahwa berbicara kesehatan reproduksi bukanlah berbicara pornografi, melainkan edukasi,” tutup Firdaus. (rdr)