Ari menjelaskan, saat seseorang terkena GERD dia tak serta merta melakukan pengobatan langsung. Sebaliknya, pasien akan dilihat apakah tengah mengalami tekanan atau stres yang berujung pada GERD.
Jika ada indikasi GERD yang dialami pasien tersebut karena stres atau tekanan yang dialami, Ari akan merujuknya ke psikiatri atau memberikan penenang sesuai dengan tingkat stres yang dialami. “Kalau tergolong parah saya akan rujuk, tapi kalau masih tekanan biasa ya diberi obat penenang, ditenangkan juga. Disuruh tidur cukup,” katanya.
Untuk pengobatan, menurut Ari antara stres dan GERD harus dilakukan bersamaan. Jangan sampai ketika stresnya sembuh GERDnya justru belum terobati, ini malah bisa memicu stres lain yang akan memperburuk GERD yang dialami pasien. “Jadi bareng ya, sama-sama. Pengobatan stresnya jalan, pengobatan GERDnya juga jalan. Karena gini, GERD bisa memicu stres, stres juga bisa memicu GERD. Begitu terus, seperti lingkaran setan,” jelasnya. (cnnindonesia.com)