Indonesia Tambah Utang Lagi, ADB Beri Pinjaman Rp2,13 Triliun

Ilustrasi utang luar negeri(Thinkstock.com)

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Asian Development Bank (ADB) menyetujui pinjaman yang diajukan Pemerintah Indonesia senilai USD 150 juta atau setara Rp 2,13 triliun. Dana pinjaman tersebut akan digunakan untuk mendukung fasilitas yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia dari pandemi penyakit COVID-19.

Termasuk menjadi katalis bagi dana pemerintah dan swasta dalam mendukung proyek infrastruktur yang hijau dan layak. Tujuan pemberian pinjaman ini agar dapat membantu Indonesia mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDG).

“Fasilitas ini akan meningkatkan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dan mempercepat pemulihan Indonesia dari pandemi COVID-19 dengan menghimpun modal dan menciptakan lapangan kerja,” kata Direktur ADB untuk Thailand, Anouj Mehta dalam keterangan resmi yang diterima merdeka.com, Jakarta, Rabu (16/2/2022).

The Sustainable Development Goals Indonesia One-Green Finance Facility (SIO-GFF), menjadi yang pertama di Asia Tenggara. Program ini bertujuan membiayai setidaknya 10 proyek, dengan minimal 70 persen dari pembiayaan tersebut mendukung infrastruktur hijau dan sisanya mendukung SDG.

Fasilitas ini akan merancang proyek yang layak dijalankan guna menarik pendanaan untuk melengkapi belanja pemerintah, termasuk dari sumber-sumber swasta, lembaga, dan komersial. “SIO-GFF ditujukan agar dapat menjadi katalis hingga delapan kali dari dana yang kami investasikan guna mendukung infrastruktur yang ramah iklim dan membantu kemajuan Indonesia menuju SDG,” kata Kepala Unit Pembiayaan Hijau dan Inovatif ADB untuk Asia Tenggara ini.

Utang Disalurkan ke PT SMI

Pinjaman kepada pemerintah Indonesia tersebut akan diteruskan lagi pada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI sebagai lembaga milik negara untuk pembiayaan infrastruktur yang akan mengelola fasilitas tersebut.

ADB juga telah menyetujui bantuan teknis guna membantu memperkuat kemampuan PT SMI untuk menjalankan fasilitas tersebut. Sehingga bisa memperluas layanan PT SMI agar dapat mendukung peminjam lainnya dan mengkatalisis pendanaan swasta.

Bantuan teknis tersebut didanai senilai USD 1,2 juta dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (Department of Foreign Affairs and Trade) dan USD 375.000 dari Dana Khusus Kemitraan Pembangunan Sektor Keuangan Luxembourg (Financial Sector Development Partnership Special Fund).

“Indonesia merupakan negara sumber emisi gas rumah kaca terbesar kelima di dunia dan mengkontribusikan lebih dari setengah emisi gas rumah kaca di Asia Tenggara,” kata Spesialis Senior Sektor Keuangan ADB, Benita Ainabe .

Dia melanjutkan dengan model pembiayaan inovatif yang memasukkan standar hijau global, SIO-GFF akan membantu Indonesia berfokus pada infrastruktur tangguh iklim seiring pemulihannya dari pandemi COVID-19. “Belajar dari pengalaman kami di Indonesia, kami berharap dapat mengembangkan pendekatan tersebut ke negara-negara lain di kawasan ini,” sambungnya.

Menurut laporan ADB, kebutuhan pembiayaan infrastruktur tahunan di Indonesia dari 2016 sampai 2020, setelah memasukkan komponen perubahan iklim, diperkirakan rata-rata sekitar USD 74 miliar. Dari dana tersebut terdapat kesenjangan pembiayaan infrastruktur setiap tahunnya mencapai USD 51 miliar.

Sehingga fasilitas yang diberikan ADB ini berupaya membantu mengelola risiko kredit selama siklus hidup proyek. Terutama pada tahap konstruksi dan tahun-tahun awal operasi komersial saat arus kas masih negatif. Fasilitas ini akan menawarkan pinjaman, tetapi mungkin juga memberikan ekuitas, utang yang dapat dikonversi, dan jaminan, guna mengurangi risiko kredit proyek dan menarik pemberi pinjaman komersial.

Proyek ini sejalan dengan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 Indonesia dan mengikuti strategi kemitraan negara ADB untuk Indonesia 2020–2024 yang berfokus pada percepatan pemulihan ekonomi dan penguatan ketangguhan.

ADB berkomitmen mencapai Asia dan Pasifik yang makmur, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan, serta terus melanjutkan upayanya memberantas kemiskinan ekstrem. Didirikan pada 1966, ADB dimiliki oleh 68 anggota—49 di antaranya berada di kawasan Asia dan Pasifik. (merdeka.com)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version