Beredar Isu Chemtrails Sebabkan Omicron, Begini Penjelasan BMKG

Beredar klaim yang menyebutkan varian Omicron bukan virus, tapi efek keracunan chemtrail (bahan kimia berbahaya) yang disebar di udara menggunakan pesawat terbang. Klaim tersebut keliru.(Screenshot)

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan, isu chemtrail picu Omicron hanyalah teori konspirasi. Hal ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Urip Haryoko, ketika menanggapi video viral penampakan awan mirip sisa pesawat di Buah Batu, Kota Bandung, Jawa Barat, pada 7 Februari 2022.

Video ini juga dibarengi narasi yang mengatakan: “WASPADA!! Akhir-akhir ini pesawat chemtrail sgt aktif di udara. Gejala keracunan chemtrail : Demam, badan linu, batuk, flu, diare, badan gatal-gatal, dll. Jika anda sampai keracunan jangan minum obat paracetamol. Sedia selalu norit, VCO, cuka apel, jeruk lemon, Himalayan salt, minum air Kelapa ijo. Jadi paham ya apa yg dimaksud Omicron itu bkn lah virus, tapi sebab akibat dr keracunan chemtrail yg di sebar di udara.”

Chemtrails teori konspirasi

Urip mengatakan, isu chemtrails atau awan mirip sisa pesawat itu dapat diklasifikasikan sebagai teori konspirasi yang menyebar dan membuat kepanikan publik. Chemstrails yang merupakan gabungan dari kata chemistry (kimia) dan trails (jejak), dimaknai sebagai penyebaran zat kimia tertentu-biasanya beracun atau berbahaya melalui pesawat terbang.

Oleh karena penyebarannya dilakukan dari udara, dampak terhadap paparan zat kimia ini dapat dirasakan secara luas dan sulit untuk dimitigasi. Namun, Urip menjelaskan bahwa apa yang disebut chemtrails dalam video itu sebetulnya adalah condensation trails atau yang sering disingkat sebagai contrails.

Contrails adalah fenomena tidak berbahaya yang terjadi di udara akibat emisi dari mesin jet pesawat terbang yang bertemu dengan udara pada temperatur yang sangat rendah. Penelitian yang ditulis J. Marvin Herndon dan timnya berjudul Chemtrails are Not Contrails: Radiometric Evidence menyebut bahwa sampai saat ini, klaim chemtrails dan dampak negatifnya tidak terbukti.

“Belum ada laporan resmi atau publikasi ilmiah yang menyebutkan keberadaan, apalagi akibat buruk yang dapat ditimbulkan. Salah satu kajian menunjukkan bahwa klaim chemtrails tidak benar karena tidak ada kandungan zat kimia yang berbahaya dari jejak yang ditinggalkan oleh pesawat terbang,” tulis laporan yang tayang di Journal of Geography, Environment and Earth Science International, Maret 2020.

Selain itu, ada dua pendekatan lain yang bisa menjawab kesalahan informasi mengenai fenomena contrails dan wabah Omicron.

  1. Virus SARS-CoV-2 kurang berbaya di lokasi elevasi tinggi Berdasarkan catatan dari Arias-Reyes, et al. yang berjudul “Does the pathogenesis of SARS-CoV-2 virus decrease at high-altitude?”, ilmu fisiologi dan neurobiologi pernapasan menyimpulkan bahwa proses pembentukan unsur patogen (berbahaya) dari virus SARS-CoV-2 berkurang pada lokasi dengan elevasi tinggi. Nah, contrails biasanya tampak pada ketinggian 7.000-13.000 meter yang lapisan oksigen yang sangat tipis sehingga virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak dapat bertahan lama.
  2. Virus mati karena sinar ultraviolet Selain ketinggian, berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa virus ini rentan terhadap ultraviolet. Oleh karena itu, keberadaan sinar ultraviolet di udara akan mematikan virus SARS-CoV-2 sebelum ia dapat menyebar luas dan sampai ke permukaan. Dengan dua alasan dasar ini saja, Urip menegaskan bahwa chemtrails dan penyebaran Omicron merupakan informasi yang tak tepat dan dibuat untuk menciptakan keresahan masyarakat. (kompas.com)
Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version