PADANG, RADARSUMBAR.COM – Ahli tektonik Badrul Mustafa mengatakan, gempa magnitudo 6,2 yang terjadi di Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar), Jumat (25/2/2022) pagi disebabkan adanya aktivitas di sesar Sumatera atau patahan Semangko tepatnya di segmen Sumpur yang berpusat di Kabupaten Pasbar.
Gempa diprediksi bakal bergerak ke tiga segmen lainnya yakni segmen Sianok di Bukittinggi, segmen Sumani di Kabupaten Solok, dan segmen Suliti di Kabupaten Solok Selatan. “Karena periode ulang gempa ini acak dan lebih singkat, pergerakan gempa ini bisa mengarah ke segmen lainnya dari patahan Semangko,” terang Badrul Mustafa melalui sambungan telepon, Jumat (25/2/2022) siang.
Karena periodenya lebih singkat dibandingkan dengan gempa megathrust, ia meminta pemerintah daerah harus siap dengan mitigasi gempanya. Ancaman gempa ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan kerusakan yang ditimbulkan pun cukup besar lantaran terjadi di kedalaman yang dangkal.
“Saya contohkan waktu 2007 terjadi gempa di segmen Sianok dan Sumani. Padahal tiga tahun sebelumnya gempa serupa juga terjadi di segmen Sumani. Karena itu, kita jangan hanya terpaku dengan kesiapsiagaan gempa megatrush saja, tapi gempa di patahan Semangko ini juga harus menjadi perhatian kita bersama,” terangnya.
Dengan kekuatan yang cukup besar, Badrul menyebut, gempa darat ini cukup merusak. Buktinya, sampai siang ini dilaporkan ada 4 korban jiwa meninggal dunia dan ratusan rumah mengalami kerusakan akibat gempa di segmen Sumpur tersebut. “Itu jamak terjadi karena kedalamannya yang dangkal,” tandas Badrul.
Badrul menjelaskan, berdasar sejarah, gempa di segmen Sumpur ini pernah terjadi pada 1977 silam dengan magnitudo 5,5. Waktu itu hampir 700 bangunan rusak, dan 6 orang meninggal dunia. Kekuatan gempa di empat segmen patahan Semangko ini tak berbeda. Berada di kisaran magnitudo 6-7. Gempa darat ini jauh lebih merusak, apalagi jika kedalaman gempanya tergolong dangkal.
Perkuat Mitigasi
Untuk meminimalisir kerusakan dan korban jiwa yang ditimbulkan akibat gempa ini, menurut Badrul adalah dengan memperkuat mitigasi gempa. Pemerintah harus terus memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang mitigasi ini. “Mitigasi saat bencana, pascabencana, dan tahap rehab rekon. Semua harus paham,” ujarnya.
Ia mencontohkan, hampir sebagian besar korban akibat gempa disebabkan tertimpa bangunan yang roboh. Hal ini harus menjadi perhatian ke depan, dimana pembangunan rumah dan bangunan publik terutama di daerah-daerah yang dilalui segmen patahan Semangko ini harus memperhatikan aturan tahan gempa.
Lalu masyarakat juga terus diberikan pemahaman tentang mitigasi non fisik yakni bagaimana ia paham yang harus dilakukan ketika gempa terjadi dan apa yang harus dilakukannya untuk menyelamatkan diri. “Mudah-mudahan dengan mitigasi yang dilakukan masyarakat dan pemerintah daerah, kerusakan dan korban jiwa akibat gempa ini bisa diminimalisir,” pungkasnya. (rdr)