JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Aktivis HAM Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik. Keduanya berstatus tersangka buntut laporan yang dilayangkan oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
Terkait kasus ini, pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti menyebutnya sebagai upaya pemerintah membungkam aktivis yang kritis pada negara.
“Saya kira ini memang cara penguasa untuk membungkam aktivis. Hukum itu benar-benar digunakan secara efektif untuk autocratic legalism,” kata Bivitri secara virtual dalam diskusi Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Sabtu (19/3/2022).
Kata dia, autocratic legalism yang dimaksud adalah cara pandang yang melihat segalanya secara legalistik, seakan diakomodasi oleh aturan atau dilakukan oleh aparat berseragam dan dianggap benar.
“Jadi kalau kita mengutip literatur autocratic legalism dibilang ini cara yang jauh lebih mengerikan dari kudeta, melebihi kudeta pakai tank dan tentara,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menilai ada proses yang janggal dan serupa rezim Orde Baru terkait penetapan status tersangka atas Haris dan Fatia.
Menurutnya, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah menjadi alat pemerintah untuk membungkam aktivis. Ini seperti yang terjadi di era pemerintahan Soeharto.
“Ini semakin menebalkan pasal UU ITE menjadi cara membungkam aktivis. Sama seperti zaman orde baru orang dibungkam dan sekarang sama pakai UU ITE,” ujarnya.
Isnur juga mengaku bahwa sejak awal ia sudah memprediksi Haris dan Fatia akan ditetapkan menjadi tersangka, lantaran ada privilese yang diberikan kepada pelapor.
Rencananya, Haris dan Fatia bakal diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pada Senin (21/3/2022) esok.
Keduanya pun dipastikan bakal memenuhi panggilan pemeriksaan berdasarkan keterangan dari tim kuasa hukum mereka.
Selain itu, tim kuasa hukum juga telah menyampaikan bahwa pihaknya bakal mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka tersebut.
“Jika semua mekanisme internal ini tetap diabaikan atau tidak berjalan efektif, kami akan menghadapinya di proses persidangan di pengadilan, dan kami akan mengajukan praperadilan,” ujar tim kuasa hukum, Nurkholis secara virtual, Sabtu (19/3/2022). (rdr/cnnindonesia.com)