JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Pria asal Wales, Ian Lester, menderita COVID-19 positif selama tujuh bulan karena mengidap defisiensi imun yang langka. Lester pada akhirnya dinyatakan sembuh setelah mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 Pfizer.
Lester telah menjadi “tahanan” di rumahnya sendiri karena mengalami COVID-19 berkepanjangan. Kondisi yang dialami oleh pria berusia 37 tahun tersebut telah dipastikan bukan long Covid.
Kasus COVID-19 berkepanjangan yang dialami Lester turut dipengaruhi oleh penyakit langka yang dia idap, yaitu sindrom Wiskott-Aldrich. Kondisi ini menyebabkan imunodefisiensi, sehingga membuat responsnya terhadap infeksi menjadi lebih lemah dibandingkan orang yang sehat.
Sejak kecil, Lester menjalani pengobatan untuk penyakit tersebut di University Hospital of Wales (UHW). Ada tim imunologi di UHW yang selalu memantau kondisi Lester. Mengingat Lester memiliki masalah defisiensi imun, tim imunologi dari UHW khawatir Lester bisa menularkan COVID-19 dalam waktu yang lebih lama.
“Meski kebanyakan orang bisa menyelesaikan isolasi 10 hari setelah terpapar virus, saya merupakan pengecualian dari aturan tersebut,” ungkap Lester.
Seiring waktu, kondisi fisik dan Lester semakin memburuk. Hal ini mendorong para ilmuwan dari Immunodeficiency Centre for Wales di UHW untuk melakukan terobosan baru. Para ilmuwan menggunakan vaksin COVID-19 Pfizer untuk membantu mengobati infeksi COVID-19 yang diidap Lester.
“Kami bertanya-tanya apakah vaksinasi terapeutik bisa membantu membersihkan virus dengan mendorong respons sistem imun yang kuat di dalam tubuh,” jelas Prof Stephen Jolles.
Dalam terapi ini, para ilmuwan memberikan satu dosis vaksin COVID-19 Pfizer kepada Lester. Sejak saat itu, kondisi Lester mulai menunjukkan perbaikan. Hanya saja, tes COVID-19 yang dilakukan Lester setelahnya masih menunjukkan hasil positif.
Para ilmuwan lalu memberikan dosis vaksin kedua. Dosis kedua ini diberikan sekitar 21 hari setelah pemberian dosis pertama. Setelah pemberian dosis kedua inilah kondisi Lester tampak mengalami kemajuan yang signifikan.
“Delapan pekan setelahnya, saya mulai mendapatkan hasil COVID-19 negatif yang konsisten,” kata Lester.
Lester merasa sangat bahagia karena dia bisa kembali ke kehidupannya yang normal. Kesembuhan ini pun memungkinkan Lester untuk kembali berkumpul bersama keluarga dan teman-teman tercintanya.
“Sejak menjadi negatif, saya mulai mengalami beberapa gejala long Covid, tapi itu bukan masalah besar dibandingkan kebebasan yang saya dapatkan,” ungkap Lester.
Melalui keberhasilan ini, para ilmuwan berharap metode yang sama juga bisa berhasil pada pasien-pasien lain. Kasus yang dialami Lester ini telah dipublikasikan dalam Journal of Clinical Immunology.
“Ini pertama kalinya vaksinasi mRNA digunakan untuk menyembuhkan infeksi COVID-19 persisten,” ujar ilmuwan klinis dari Cardiff University’s School of Medicine Dr Mark Ponsford.
Lester pertama kali terkena COVID-19 pada Desember 2020. Mulanya, ia hanya mengalami beberapa gejala ringan dan juga kehilangan indra penciuman dan pengecap. Gejala COVID-19 yang dialami Lester lalu mulai memburuk secara bertahap, seiring dengan berlalunya waktu.
“Ini termasuk kelelahan ekstrem, kurang tidur (borderline insomnia), sakit kepala, dan sesak dada,” ujar Lester.
Selama sakit, Lester melakukan tes COVID-19 setiap 10-14 hari. Setiap tes yang dia lakukan selalu memberikan hasil positif dan menambah kecemasannya. Rasa frustrasi Lester semakin membesar ketika perkumpulan sosial sudah diperbolehkan kembali, namun dia tak bisa mengikutinya.
“Saya sangat berterima kasih untuk semua bantuan dan perawatan dari para dokter dan perawat dari tim Departemen Imunologi di UHW,” kata Lester. (rdr/republika.co.id)