Lewat Tax Amnesty, Jusuf Hamka Bisa Bayar Tunggakan Pajak 35 Tahun Rp55 Miliar

Jusuf Hamka menyampaikan pengungkapan pajak membantunya melunasi kewajiban utang selama 35 tahun. (Sumber: Istimewa)

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Pengusaha jalan tol Jusuf Hamka mengaku tak tertib bayar pajak selama 35 tahun. Tepatnya, dihitung sejak sebelum pemerintah menyelenggarakan program tax amnesty jilid I pada 2016-2017 lalu.

“Saya sudah 35 tahun tidak tertib pajak, saya mengaku dosa, tolong bantuin dong, bagaimana cara mengungkapkannya, akhirnya beliau (karyawan DJP) turun tangan” ungkap Jusuf kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Spectaxcular 2022, Rabu (23/3/2022).

Tak heran, ia mengaku mendapatkan surat dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengikuti tax amnesty jilid I. Setelah dihitung-hitung, total pajak terutang yang harus dibayar mencapai Rp55 miliar.

“Saya pembayar pertama, ingat saya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rp55 miliar saya setor dan maaf waktu minta e-billing pun dibuatin karena saya gaptek,” jelas Jusuf.

Ia pun memuji Sri Mulyani dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena berani menjalankan program pengampunan pajak atau tax amnesty pada 2016-2017, dan berlanjut tahun ini.

Menurut Jusuf, dari semua pejabat di RI, hanya Jokowi dan Sri Mulyani yang berani menyelenggarakan program pengampunan pajak. Pasalnya, tax amnesty jilid I dan jilid II dilakukan di masa pemerintahan Jokowi dan saat Sri Mulyani menjadi bendahara negara.

“Negeri ini nggak punya pejabat yang berani kayak Presiden Jokowi dan Bu Sri Mulyani yang berani kasih tax amnesty, kita mesti terang-terangan, beberapa pemerintahan sudah ganti, siapa yang berani kasih tax amnesty?” ujar Jusuf.

Sebagai informasi, pemerintah sedang menjalankan program tax amnesty jilid II. Hal ini dilakukan sejak Januari-Juni 2022.

Kebijakan soal tax amnesty jilid II tertuang dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang direktur jenderal pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.

Harta bersih yang dimaksud tersebut adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang. Hal itu seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Harta yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015. Nantinya, harta bersih itu akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan PPh final.

PPh final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Tarif itu terdiri dari 6 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan diinvestasikan untuk kegiatan usaha sektor pengolahan SDA, EBT, dan SBN.

Lalu, 8 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan tidak diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN. Selanjutnya, 6 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan bahwa akan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia serta diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN.

Setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harga. Surat itu diberikan kepada direktur jenderal pajak pada 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.

Selain itu, wajib pajak juga harus melampirkan beberapa dokumen, seperti bukti pembayaran PPh final, daftar rincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan, daftar utang, pernyataan mengalihkan harta bersih ke Indonesia, pernyataan menginvestasikan harta bersih ke sektor usaha SDA, EBT, dan SBN.

Setelah itu, direktur jenderal pajak akan menerbitkan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan atas pengungkapan harta oleh wajib pajak. (rdr/cnnindonesia.com)

Exit mobile version