AROSUKA, RADARSUMBAR.COM – Wakil Bupati Solok Jon Firman Pandu menegaskan dirinya siap untuk melawan kezaliman yang dilakukan Bupati Solok Epyardi Asda. Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Solok tersebut menyatakan kondisi di Kabupaten Solok sudah sangat miris.
Disebut JFP — begitu sapaan akrabnya, saat ini OPD-OPD Pemkab Solok, Camat, Walinagari hingga Walijorong takut berfoto dengan Wakil Bupati Solok. Baginya, ini adalah suatu perjalanan yang mungkin harus berjalan seperti ini.
“Miris melihat situasi kita seperti ini. Bagi saya secara pribadi, Bupati zalim kepada saya, tidak ada persoalan. Dengan kejadian-kejadian selama ini, para OPD, sampai tingkatan terendah, dari kecamatan, nagari, hingga jorong, takut berfoto dengan Wakil Bupati. Sampai segitunya?”
“Inilah pemerintahan Kabupaten Solok saat ini. Bahkan, Kadis Kominfo Kabupaten Solok, Deni Prihatni yang kini menjadi Kadis Perumahan dan Permukiman dengan berani menyatakan bahwa saya ‘nyeleneh’. Mungkin beliau merasa atasannya hanya Bupati, sedangkan Wakil Bupati tidak,” ujar JFP.
Ditambahkannya, sudah sembilan bulan dirinya tidak ada komunikasi sama sekali dengan Bupati, apalagi berkoordinasi. Tapi, kata JFP, ini tidak menyurutkan niatnya untuk terus menyambangi masyarakat Kabupaten Solok, menampung aspirasi mereka.
“Karena ini tanggung jawab kita. Tapi, dari aspirasi itu, keputusan tetap tergantung Bupati Solok. Dari setiap pertemuan dengan masyarakat, saya senantiasa meminta bersabar dan tetap berdoa agar situasi dan kondisi ini segera berakhir,” jelas Jon Pandu.
Jon Pandu pun menceritakan awal kisruh dan polemik terjadi diantara pimpinan di Kabupaten Solok. Sejak dilantik pada 26 April 2021, komunikasi Jon Pandu dengan Bupati hanya sekitar tiga bulan pertama.
“Setelah itu, kita sama-sama tahu, bahwa ada konflik di DPRD Kabupaten Solok, terkait kader Gerindra Dodi Hendra yang dimosi tak percaya oleh sejumlah Anggota DPRD. Sebagai Ketua DPC Gerindra Kabupaten Solok, saya tegaskan bahwa saya tegak lurus membela kader Gerindra. Sejak itulah komunikasi saya dengan beliau terputus,” jelas Jon Pandu.
Bicara komitmen, ataupun kontrak politik, sama sekali tidak ada. Karena percuma bicara kontrak politik, sebab komitmen dan kontrak politik yang ditandatangani di atas materai dan di depan notaris sekalipun, juga tidak menyelesaikan persoalan.
“Terkait pemerintahan, (dari awal) saya serahkan bulat-bulat ke beliau (Epyardi Asda). Saya ingin bagaimana Solok ini berubah menjdi lebih baik. Karena itu, saya tidak bicara kontrak politik. Untuk komposisi SKPD (OPD) saya serahkan sepenuhnya kepada beliau, siapa yang mau diangkat.”
“Saya tegaskan ke beliau, orang-orang beliau, adalah orang-orang saya juga. Demikian juga dengan APBD Kabupaten Solok. Saya katakan ke beliau, silakan bapak atur. Karena prinsipnya, kita ingin membangun daerah, membangun masyarakat,” papar Jon Pandu.
Selama konflik itu, Jon Pandu menyebut tetap melakukan kegiatannya seperti biasa. Mulai dari memenuhi undangan masyarakat, hingga menampung aspirasi mereka. “Ini tidak menyurutkan langkah untuk saya menyapa masyarakat,” tegasnya.
Terkait tidak adanya foto Wakil Bupati di agenda-agenda pemerintahan, Jon Pandu malah tidak begitu mempersoalkan. Baginya, apa arti sebuah gambar, diakui atau tidak, tidak ada masalah.
“Tapi, negara dan konstitusi telah mengakui saya sebagai Wakil Bupati hari ini. Untuk itu, karena sudah disumpah dan diberi amanah, saya akan turun terus menjemput aspirasi masyarakat. Dan itu, tidak ada yang bisa melarang dan menghalangi,” tuturnya.
Kepada masyarakat, JFP berpesan agar selalu menjaga situasi dan kondisi tetap kondusif. “Mari kita tinggalkan perbedaan-perbedaan. Bagi masyarakat yang berada di Kabupaten Solok maupun di rantau, mari kita satukan persepsi, pandangan dan tekad kita. Insha Allah, badai ini akan berlalu,” tutupnya. (rdr)
diolah dari berbagai sumber