Dua, ternyata Mahyeldi, dari keterangan Abien, jelas-jelas memberi restu pada anaknya, untuk merebut kursi Ketum KNPI Padang. Malah, pakai cara-cara lazim, tapi tak lazim karena ia dikenal seorang Buya. Yakni, bermain politik uang. Di sini, tak berlaku kisah Umar bin Abdul Aziz, yang mematikan lampu saat anaknya mendiskusikan soal pribadi, bukan soal publik.
Orang yang belum berkuasa kayak kita-kita ini, memang mudah saja menukilkan kisah-kisah teladan seperti Umar bin Abdul Aziz dan yang lain. Tapi, saat berkuasa belum tentu bisa mempraktikkan. Presiden merestui anak dan menantunya maju sebagai Wali Kota, Wali Kota merestui anaknya maju Ketua Umum KNPI, dll.
Tiga, politik uang dalam meraih posisi memang sudah merembet sampai tingkat paling bawah, termasuk dalam organisasi kepemudaan, yang sebetulnya perannya justru diharapkan sebagai agen perubahan. Sialnya, hampir semua pihak melakukan, termasuk yang selalu mengusung citra politik bersih di depan, tapi di belakang kotor juga. Apalagi, yang sudah kotor di depan? (*)