JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Kita semua pernah menghadapi masalah susah tidur. Tetapi hati-hati jika kita hal ini sering terjadi dan masalah ini berlanjut ke hari berikutnya.
Susah tidur yang terjadi secara terus-menerus berpotensi menyebabkan penurunan kognitif dan peningkatan perasaan depresi, kecemasan, serta kelelahan.
Ketika tidur, tubuh akan menghilangkan produk limbah beracun dan meningkatkan sistem kekebalan. Selain itu, tidur juga merupakan kunci untuk konsolidasi memori, di mana segmen memori baru berdasarkan pengalaman kita ditransfer ke memori jangka panjang.
Dengan kuantitas dan kualitas tidur yang optimal, kita memiliki lebih banyak energi dan kesejahteraan yang lebih baik, serta dapat mengembangkan kreativitas.
Manfaat kualitas tidur yang baik untuk emosional
Studi terbaru yang dimuat di jurnal Nature Aging menunjukkan beragam manfaat yang bisa didapat jika kita memiliki tidur yang lebih baik. Ketika melihat bayi berusia 3-12 bulan, para peneliti mencatat, tidur yang lebih baik dikaitkan dengan hasil perilaku lebih baik di tahun pertama kehidupan mereka.
Hasil ini seperti kemampuan beradaptasi dengan situasi baru, atau mengatur emosi secara efisien. Kedua kemampuan tersebut merupakan pondasi awal yang penting untuk kognisi, termasuk fleksibilitas kognitif ( kemampuan kita mengubah perspektif) yang dikaitkan dengan kesejahteraan di kemudian hari.
Jaringan itu terdiri dari area yang penting untuk fungsi kognitif, seperti:
– Posterior cingulate cortex (dinonaktifkan selama tugas kognitif)
– Lobus parietal (memproses informasi sensorik)
– Frontal cortex (terlibat dalam perencanaan dan kognisi kompleks)
Ada tanda-tanda yang terlihat pada remaja dan dewasa muda, kurang tidur dapat dihubungkan dengan perubahan konektivitas dalam jaringan ini. Ketika jaringan mode default atau DMN otak ini terganggu, maka hal itu akan memengaruhi konsentrasi, pemrosesan berbasis memori, dan pemrosesan kognitif.
Perubahan pola tidur –termasuk kesulitan tidur dan tidak terbangun di malam hari– merupakan karakteristik signifikan dari proses penuaan. Gangguan tidur ini adalah kandidat kontributor yang kuat untuk penurunan kognitif dan gangguan kejiwaan pada lansia.
Pentingnya mendapatkan durasi tidur yang optimal
Studi di jurnal Nature Aging berusaha mengungkap lebih dalam hubungan antara tidur, kognisi, dan kesejahteraan. Para peneliti menemukan, kurang tidur dan tidur berlebihan memicu gangguan performa kognitif pada populasi paruh baya hingga lansia dari hampir 500.000 orang dewasa.
Namun, peneliti tidak memelajari anak-anak dan remaja karena otak mereka masih dalam perkembangan. Durasi tidur yang optimal bagi mereka kemungkinan besar berbeda dibandingkan orang dewasa.
Temuan kunci studi tersebut, durasi tidur yang optimal adalah tujuh jam per malam. Jika lebih atau kurang dari durasi itu, manfaat tidur untuk kognisi dan kesehatan mental menjadi lebih sedikit.
Juga, peneliti melihat orang yang tidur dengan durasi tujuh jam rata-rata memiliki performa lebih baik dalam tes kognitif, termasuk kecepatan pemrosesan, perhatian visual, dan memori. Hasil ini dibandingkan dengan mereka yang tidur kurang atau lebih dari tujuh jam.
Individu membutuhkan waktu tidur tujuh jam secara konsisten, tanpa fluktuasi durasi yang berlebihan. Hanya saja, respons setiap individu terhadap masalah kurang tidur berbeda-beda. Peneliti menemukan, hubungan antara durasi tidur, kognisi, dan kesehatan mental dipengaruhi oleh genetika dan struktur otak seseorang.
Ketika seseorang kurang tidur, daerah otak yang paling terpengaruh adalah hipokampus dan korteks frontal. Hipokampus berperan dalam pembelajaran dan memori, sedangkan korteks frontal terlibat dalam mengendalikan emosi. Pola tidur dapat memengaruhi kondisi otak, tetapi juga dapat bekerja sebaliknya.
Penyusutan di daerah otak yang terlibat dalam pengaturan tidur dan bangun karena penuaan bisa menyebabkan masalah tidur. Misalnya saja, pada orang lanjut usia, produksi dan sekresi hormon melatonin yang membantu mengendalikan siklus tidur mengalami penurunan, sehingga memengaruhi pola tidur mereka.
Temuan ini juga sepertinya mendukung bukti lain yang menunjukkan adanya hubungan antara durasi tidur dengan risiko penyakit alzheimer dan demensia. Berdasarkan studi tersebut, terungkap tidur cukup dapat membantu meringankan gejala demensia dengan melindungi memori.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kualitas tidur demi kognisi dan kesejahteraan yang optimal? Pastikan suhu dan ventilasi udara di kamar tidur dalam kondisi baik. Juga, hindari minuman beralkohol, menonton televisi, atau memeriksa ponsel sebelum tidur. Idealnya, kita dalam keadaan tenang dan rileks saat mencoba untuk tidur. (rdr/kompas.com)