JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengajak seluruh anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) untuk memanfaatkan peluang di bidang pangan.
Kenaikan harga pangan dan energi merupakan dua masalah besar yang dihadapi dunia di tengah ketidakpastian akibat pandemi dan juga perang di Ukraina.
Hal ini disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam sambutannya saat menghadiri Perayaan 50 Tahun HIPMI Tahun 2022, Jumat (10/6/2022), di Plenary Hall, Jakarta Convention Centre, Jakarta.
“Inilah yang perlu saya ingatkan, yang berkaitan dengan pangan itu hati-hati ke depan. Tetapi juga menjadi peluang bagi para pengusaha, utamanya anggota HIPMI untuk masuk ke bidang-bidang ini.”
“Pangan, energi, ini adalah peluang. Karena diperkirakan hari ini ada kira-kira 13 juta orang yang sudah mulai kelaparan di beberapa negara, karena urusan pangan,” ujarnya.
Presiden mengungkapkan, sejumlah negara sudah mulai membatasi ekspor pangan sehingga kemandirian pangan menjadi hal yang sangat penting bagi Indonesia.
“Dari tiga negara yang sudah setop ekspor pangan, sekarang sudah menjadi 22 negara. Sehingga, sekali lagi, kemandirian pangan ini sangat penting,” tandasnya.
Presiden mencontohkan, para pengusaha HIMPI dapat berkecimpung dalam usaha komoditas pangan seperti jagung, sorgum, sagu, singkong, hingga porang.
“Ke depan, saya pastikan karena ada problem besar yang lebih besar lagi, yaitu perubahan iklim, pangan akan menjadi persoalan seluruh negara,” ujarnya
Presiden juga meminta HIMPI untuk berhati-hati terutama terhadap kenaikan harga energi dan komoditas pangan. Presiden mencontohkan, gas alam mengalami kenaikan 153 persen dan batu bara 133 persen.
“Tapi hati-hati di luar itu, kenaikan-kenaikan yang perlu kita waspadai urusan gandum, urusan jagung, urusan kedelai yang naik kurang lebih 30-an persen, nanti imbasnya ke mana-mana.”
“Gandum, karena penghasil gandum 30-40 persen Ukraina dan Rusia sekarang ini bermasalah, gandum seluruh dunia harganya naik, dan kita nanti di sini ada mi, di sini ada roti, semuanya berasal dari gandum,” ujarnya.
Sementara untuk jagung, Presiden menyampaikan bahwa tujuh tahun yang lalu Indonesia masih mengimpor 3,5 juta ton jagung. Namun, data terakhir kuartal I menunjukkan penurunan impor menjadi 800 ribu ton.
“Artinya turun sangat drastis. Tapi masih ada 800 ribu tadi harus diselesaikan, siapa pun yang memiliki lahan, harus tanam jagung agar enggak impor lagi,” tutupnya. (rdr)