PADANG, RADARSUMBAR.COM – Bunga rafflesia selalu punya daya tarik sendiri bagi sebagian besar orang. Selain dilindungi, bunga ini juga tak bisa tumbuh di sembarang tempat. Di Sumatera Barat, daerah yang paling banyak ditumbuhi bunga langka ini adalah Kabupaten Agam.
Kekayaan potensi bunga rafflesia ini semakin menarik setelah seorang warga di Palupuh Agam menangkar bunga bangkai ini sejak tahun 2000. Dia adalah Joni Hartanto, pria paruh baya yang menangkar bunga rafflesia di pekarangan rumahnya.
Tahun 2009, bunga pertama mekar di luar habitatnya dan telah belasan kali mekar hingga saat ini. Keberhasilan itu turut menjaga kelestarian puspa raksasa itu di masa mendatang.
Melihat potensi ini, kanal Youtube Interes menggelar nonton bareng (nobar) kisah Joni Hartanto menangkar bunga rafflesia yang sudah tayang di kanal itu.
Nobar dilanjutkan dengan diskusi ber tema “Potensi dan Tantangan Raflesia serta Biodiversity Sumatera Barat”. Kegiatan itu berlangsung Sabtu (12/6/2022) malam di Fabriek Bloc Padang.
Ada empat narasumber yang dihadirkan, yakni Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Ayam (BKSDA) Resor Maninjau sekaligus Pengaja Ekosistem Hutan BKSDA Sumbar Ade Putra.
Kemudian, Kepala Jurusan Biologi Universitas Andalas Dr Wilson Novarino, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani dan Jurnalis Mongabay Indonesia Jaka HB.
Founder Interes, Aidil Ichlas mengatakan kegiatan ini upaya menumbuhkan perhatian besar dari publik termasuk pemerintah, terhadap upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Sumatera Barat.
Menurutnya, Interes juga terus berkomitmen untuk menghadirkan konten atau tayangan yang berkualitas dan punya nilai edukasi.
“Ini persoalan yang penting, tidak hanya bagi bagi kalangan tertentu, namun juga untuk masyarakat, generasi muda karena hutan dan alam ini akan diwariskan kepada anak cucu kita kelak,” katanya saat membuka kegiatan tersebut.
Kepala BKSDA Agam, Ade Putra dalam pemaparannya menyampaikan bahwa selama lima tahun terakhir pihaknya terus mengumpulkan data rafflesia, didapati bunga ini tumbuh setidaknya di 14 kabupaten kota, yang tersebar 36 titik. Khusus untuk Agam itu terdapat 16 titik sebaran.
Dengan potensi sebesar itu, lanjutnya Sumbar harusnya menjadi rumah bagi bunga rafflesia. Sebab jika dibandingkan dengan Provinsi Bengkulu yang selama ini menjadi daerah dengan branding bunga rafflesia, itu potensi di daerah Sumbar lebih tinggi.
“Data yang ada, sebaran bunga rafflesia di Bengkulu itu ada 20 titik,” jelasnya.
Rafflesia sendiri selama ini lebih dikenal di Bengkulu, karena ditemukan dan dipublikasikan lebih awal, yakni tahun 1818, sementara di Sumbar pada 1928.
“Ini juga bukan klaim dari kita soal kuantitasnya, namun kami pernah mengundang seorang ahli dari Bengkulu dan ia mengakui bahwa potensi di Sumbar sangat luar biasa,” ujarnya.
Ketua Jurusan Biologi Unand, Wilson Novarino mengatakan hal senada, potensi bunga rafflesia di Sumbar sangat tinggi dan menurutnya banyak yang belum tergali.
“Tak perlu jauh-jauh, di Padang ini kita bisa temui bunga rafflesia, di Taman Hutan Raya Bung Hatta misalnya di sana juga tumbuh bunga rafflesia, kemudian di Ulu Gadut juga,” sebutnya.
Namun demikian, ia mengapresiasi upaya Joni Hartanto dalam penangkaran raflesia. Sebab menurutnya terlepas dari upaya pelestarian di alam atau habitat asli bunga rafflesia, usaha konservasi di luar itu juga penting.
“Jadi keduanya sama-sama penting, apalagi kalau alam tidak dijaga, atau rantai dari penyebaran rafflesia terputus, tentu upaya konservasi sangat dibutuhkan,” jelas Wilson.
Selain rafflesia, kata Wilson, juga banyak kekayaan alam lain di Sumbar. Seperti misalnya populasi burung yang beragam, setidaknya di provinsi ini terdapat 319 Jenis burung yang tersebar di 22 lokasi.
Kekayaan alam Sumbar, lanjutnya juga selaras dengan kehidupan masyarakat Sumbar sejak dahulu. Kehidupan sosial masyarakat banyak sekali mengambil nilai-nilai dari alam. Seperti misalnya ukiran ‘itiak pulang patang’ yang terinspirasi dari itik yang berbaris rapi saat hendak pulang ke kandangnya.
Wilson menyebut alam juga mempengaruhi tata pergaulan masyarakat sehari-hari, tatanan sistem pemerintahan, hubungan sinergis mamak dan kemenakan, keteguhan dalam menjalankan prinsip hidup, serta kebersamaan dan kekompakan hidup bermasyarakat
Senada dengan Ade Putra dan Dr Wilson, Direktur LBH Padang Indira Suryani mengatakan persoalan lingkungan menjadi topik yang harusnya menjadi perhatian bersama.
Ia menyebut sangat banyak permasalahan lingkungan yang hadir, namun kemudian karena kurangnya sinergitas menjadikan permasalahan itu tidak selesai dengan baik.
Indira mencontohkan, pada 2017 LBH Padang pernah menggugat ke pengadilan atas nama menyelamatkan Sungai Batang Hari.
Karena ada izin tambang di sungai itu yang mematikan ekologis, yang mematikan banyak flora dan fauna di dalamnya. Perizinan tambang itu, jelasnya, sangat tidak adil bagi masyarakat, kemudian bagi anak-anak dan generasi berikutnya.
“Sama halnya dengan rafflesia yang ada di hutan, kita tak bisa menampik bahwa perusakan lingkungan yang dimotori oleh eksploitasi dan industri ekstraktif seperti perkebunan skala besar dan tambang berpotensi merusak keanekaragaman hayati di Sumbar,” kata Indira.
Sementara jurnalis Mongabay indonesia, Jaka HB yang fokus dalam peliputan lingkungan mengatakan Sumbar merupakan paket lengkap secara geografis.
Daerah ini mempunyai gunung, laut, hutan, dan sungai. Isu-isu lingkungan ini, jelasnya menarik untuk dibahas, tidak hanya soal sebuah kasus yang terjadi namun apa yang melatarbelakanginya.
Soal penangkaran rafflesia ini misalnya, lanjut Jaka, ia sempat berbincang dengan Joni Hartanto. Joni menyebut bahwa suhu yang kian hari kian panas berpengaruh pada pertumbuhan bunga rafflesia. “Jadi menurut saya, isu lingkungan ini sangat menarik untuk dikulik,” ia menambahkan.
Diskusi tersebut, juga dihadiri oleh Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozarwardi mewakili gubernur Sumbar. Yozarwardi dalam kesempatan itu menyampaikan apresiasi kegiatan yang diadakan Interes.
“Gubernur Sumbar memberi apresiasi yang tinggi untuk acara yang diadakan oleh Interes ini. Karena tidak banyak orang yang menyorot soal tema yang diangkat. Karena tema ini tidak menarik bagi sebagian besar orang. Orang biasanya tertarik pada lingkungan yang rusak”.
Dalam diskusi yang juga disiarkan secara langsung di kanal youtube Interes, Yozawardi juga mengapresiasi Joni Hartono yang telah berhasil menangkarkan bunga rafflesia di luar habitat.
“Pak Joni ini harusnya sudah jadi Doktor. Karena sekarang yang bisa menangkarkan Rafflesia itu baru pak Joni. Ini penemuan terbaik. Ini akan menjadi interes bagi pak Gubernur”.
Yozawardi menambahkan, dengan terjaganya rafflesia berarti hutan di sekitarnya juga terjaga. ”Bagi kami selaku kadishut ini juga surprise. Rafflesi ini kan parasit dan cuaca yang baik. itu bisa didapatkamn kalau hutannya baik. kalau hutan tak baik tak ada lagi rafflesia,” ucapnya.
Ia juga mengajak pemangku kebijakan agar mendeklarasikan rafflesia sebagai branding di Sumbar, dimulai dengan melakukan riset bersama.
Yozarwardi sepakat bahwa Sumbar sangat kaya dengan keanekaragaman hayatinya, tercatat terdapat 6.000 jenis tumbuhan dan sekitar 1.000 spesies hewan di Sumbar.
Kegiatan ini ditutup dengan sebuah kalimat dari penangkar bunga rafflesia di Agam, Joni Hartanto “saya melakukan ini menuruti jalan pikiran, tidak secara ilmiah, karena saya cinta kepada alam.” (rdr/rel)