Selain rafflesia, kata Wilson, juga banyak kekayaan alam lain di Sumbar. Seperti misalnya populasi burung yang beragam, setidaknya di provinsi ini terdapat 319 Jenis burung yang tersebar di 22 lokasi.
Kekayaan alam Sumbar, lanjutnya juga selaras dengan kehidupan masyarakat Sumbar sejak dahulu. Kehidupan sosial masyarakat banyak sekali mengambil nilai-nilai dari alam. Seperti misalnya ukiran ‘itiak pulang patang’ yang terinspirasi dari itik yang berbaris rapi saat hendak pulang ke kandangnya.
Wilson menyebut alam juga mempengaruhi tata pergaulan masyarakat sehari-hari, tatanan sistem pemerintahan, hubungan sinergis mamak dan kemenakan, keteguhan dalam menjalankan prinsip hidup, serta kebersamaan dan kekompakan hidup bermasyarakat
Senada dengan Ade Putra dan Dr Wilson, Direktur LBH Padang Indira Suryani mengatakan persoalan lingkungan menjadi topik yang harusnya menjadi perhatian bersama.
Ia menyebut sangat banyak permasalahan lingkungan yang hadir, namun kemudian karena kurangnya sinergitas menjadikan permasalahan itu tidak selesai dengan baik.
Indira mencontohkan, pada 2017 LBH Padang pernah menggugat ke pengadilan atas nama menyelamatkan Sungai Batang Hari.
Karena ada izin tambang di sungai itu yang mematikan ekologis, yang mematikan banyak flora dan fauna di dalamnya. Perizinan tambang itu, jelasnya, sangat tidak adil bagi masyarakat, kemudian bagi anak-anak dan generasi berikutnya.
“Sama halnya dengan rafflesia yang ada di hutan, kita tak bisa menampik bahwa perusakan lingkungan yang dimotori oleh eksploitasi dan industri ekstraktif seperti perkebunan skala besar dan tambang berpotensi merusak keanekaragaman hayati di Sumbar,” kata Indira.
Sementara jurnalis Mongabay indonesia, Jaka HB yang fokus dalam peliputan lingkungan mengatakan Sumbar merupakan paket lengkap secara geografis.
Daerah ini mempunyai gunung, laut, hutan, dan sungai. Isu-isu lingkungan ini, jelasnya menarik untuk dibahas, tidak hanya soal sebuah kasus yang terjadi namun apa yang melatarbelakanginya.
Soal penangkaran rafflesia ini misalnya, lanjut Jaka, ia sempat berbincang dengan Joni Hartanto. Joni menyebut bahwa suhu yang kian hari kian panas berpengaruh pada pertumbuhan bunga rafflesia. “Jadi menurut saya, isu lingkungan ini sangat menarik untuk dikulik,” ia menambahkan.
Diskusi tersebut, juga dihadiri oleh Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozarwardi mewakili gubernur Sumbar. Yozarwardi dalam kesempatan itu menyampaikan apresiasi kegiatan yang diadakan Interes.
“Gubernur Sumbar memberi apresiasi yang tinggi untuk acara yang diadakan oleh Interes ini. Karena tidak banyak orang yang menyorot soal tema yang diangkat. Karena tema ini tidak menarik bagi sebagian besar orang. Orang biasanya tertarik pada lingkungan yang rusak”.
Dalam diskusi yang juga disiarkan secara langsung di kanal youtube Interes, Yozawardi juga mengapresiasi Joni Hartono yang telah berhasil menangkarkan bunga rafflesia di luar habitat.
“Pak Joni ini harusnya sudah jadi Doktor. Karena sekarang yang bisa menangkarkan Rafflesia itu baru pak Joni. Ini penemuan terbaik. Ini akan menjadi interes bagi pak Gubernur”.
Yozawardi menambahkan, dengan terjaganya rafflesia berarti hutan di sekitarnya juga terjaga. ”Bagi kami selaku kadishut ini juga surprise. Rafflesi ini kan parasit dan cuaca yang baik. itu bisa didapatkamn kalau hutannya baik. kalau hutan tak baik tak ada lagi rafflesia,” ucapnya.
Ia juga mengajak pemangku kebijakan agar mendeklarasikan rafflesia sebagai branding di Sumbar, dimulai dengan melakukan riset bersama.
Yozarwardi sepakat bahwa Sumbar sangat kaya dengan keanekaragaman hayatinya, tercatat terdapat 6.000 jenis tumbuhan dan sekitar 1.000 spesies hewan di Sumbar.
Kegiatan ini ditutup dengan sebuah kalimat dari penangkar bunga rafflesia di Agam, Joni Hartanto “saya melakukan ini menuruti jalan pikiran, tidak secara ilmiah, karena saya cinta kepada alam.” (rdr/rel)