Pertama, layanan imunisasi tambahan berupa pemberian satu dosis imunisasi campak dan rubela tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. Kedua, layanan imunisasi kejar, berupa pemberian satu atau lebih jenis imunisasi untuk melengkapi status imunisasi dasar maupun lanjutan bagi anak yang belum menerima dosis vaksin sesuai usia.
Imunisasi yang diberikan berupa imunisasi campak rubela untuk usia 9 sampai 15 tahun. Sementara untuk imunisasi kejar diberikan pada anak usia 12 sampai 59 bulan yang tidak lengkap imunisasi OPV, IPV, dan DPT-HB-Hib.
Tahap dua dilaksanakan mulai Agustus 2022 di provinsi yang ada di Jawa dan Bali. Untuk imunisasi campak rubella menyasar usia 9 sampai 59 bulan, dan imunisasi kejar diberikan pada anak usia 12 sampai 59 bulan yang tidak lengkap imunisasi OPV, IPV, dan DPT-HB-Hib.
“Pelaksanaan BIAN dibagi atas dua tahap, tahap pertama diberikan bagi semua provinsi yang berada di luar Pulau Jawa dan Bali mulai bulan Mei 2022,” jelas Maxi.
Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Soedjatmiko menambahkan, setiap tahun di Indonesia mengalami ancaman campak rubella dan difteri sejak 2007 silam. Ia bahkan mencatat di 2021 terdapat 25 provinsi dengan kasus rubella yang meningkat.
Soedjatmiko mengingatkan, penyakit campak berbahaya terutama bagi bayi, balita, anak sekolah. Gejala klinis menurutnya tidak sekadar demam, batuk, pilek, sesak, bintik merah, namun ada pula yang sampai menderita radang otak. Ia melaporkan terhitung sejak 2012 hingga 2017 terdapat 571 bayi dengan kasus radang otak.
“Ada juga kasus radang paru atau pneumonia sejak 2012 sampai 2017 dengan jumlah 2.853 bayi dan anak yang mengalami radang paru akibat campak,” ujar Soedjatmiko. (rdr/cnnindonesia.com)