JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan jumlah kasus Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti campak, rubela dan difteri mengalami peningkatan di beberapa wilayah Indonesia.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan peningkatan kasus itu terjadi imbas dari penurunan jumlah capaian imunisasi anak dalam dua tahun terakhir atau selama pandemi virus corona (COVID-19) melanda Indonesia.
“Bila kekurangan cakupan imunisasi ini tidak dikejar, maka akan terjadi peningkatan kasus yang akan menjadi beban ganda di tengah pandemi,” kata Maxi dikutip dari situs resmi Kemenkes, Rabu (29/6/2022).
Maxi kemudian membeberkan, selama dua tahun terakhir atau sejak 2020-2021, cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi turun drastis. Pada 2020 misalnya, target imunisasi sebanyak 92 persen sementara cakupan yang dicapai 84 persen. Begitu pila pada 2021, target imunisasi mencapai 93 persen namun yang dicapai hanya 84 persen.
Adapun hingga saat ini sudah lebih dari 11 juta anak telah mendapatkan imunisasi campak rubela. Pada imunisasi kejar, untuk imunisasi tetes sudah sekitar 138 ribu anak, imunisasi polio suntik sekitar 140 ribu anak, dan imunisasi pentavalen hampir 160 ribu anak.
“Penurunan cakupan imunisasi diakibatkan oleh pandemi COVID-19. Ada sekitar lebih dari 1,7 juta bayi yang belum mendapatkan imunisasi dasar selama periode 2019-2021,” kata dia.
Merespons temuan itu, Maxi memastikan pihaknya akan berupaya mengejar cakupan imunisasi yang kurang melalui agenda Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) yang terdiri dari dua kegiatan layanan imunisasi.
Pertama, layanan imunisasi tambahan berupa pemberian satu dosis imunisasi campak dan rubela tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. Kedua, layanan imunisasi kejar, berupa pemberian satu atau lebih jenis imunisasi untuk melengkapi status imunisasi dasar maupun lanjutan bagi anak yang belum menerima dosis vaksin sesuai usia.
Imunisasi yang diberikan berupa imunisasi campak rubela untuk usia 9 sampai 15 tahun. Sementara untuk imunisasi kejar diberikan pada anak usia 12 sampai 59 bulan yang tidak lengkap imunisasi OPV, IPV, dan DPT-HB-Hib.
Tahap dua dilaksanakan mulai Agustus 2022 di provinsi yang ada di Jawa dan Bali. Untuk imunisasi campak rubella menyasar usia 9 sampai 59 bulan, dan imunisasi kejar diberikan pada anak usia 12 sampai 59 bulan yang tidak lengkap imunisasi OPV, IPV, dan DPT-HB-Hib.
“Pelaksanaan BIAN dibagi atas dua tahap, tahap pertama diberikan bagi semua provinsi yang berada di luar Pulau Jawa dan Bali mulai bulan Mei 2022,” jelas Maxi.
Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Soedjatmiko menambahkan, setiap tahun di Indonesia mengalami ancaman campak rubella dan difteri sejak 2007 silam. Ia bahkan mencatat di 2021 terdapat 25 provinsi dengan kasus rubella yang meningkat.
Soedjatmiko mengingatkan, penyakit campak berbahaya terutama bagi bayi, balita, anak sekolah. Gejala klinis menurutnya tidak sekadar demam, batuk, pilek, sesak, bintik merah, namun ada pula yang sampai menderita radang otak. Ia melaporkan terhitung sejak 2012 hingga 2017 terdapat 571 bayi dengan kasus radang otak.
“Ada juga kasus radang paru atau pneumonia sejak 2012 sampai 2017 dengan jumlah 2.853 bayi dan anak yang mengalami radang paru akibat campak,” ujar Soedjatmiko. (rdr/cnnindonesia.com)