JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero membutuhkan suntikan dana Rp72 triliun per tahun hingga 2030 untuk proyek ketenagalistrikan, sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
Vice President of Financial Institution and Market Research PLN Maya Rani Puspita mengungkapkan kebutuhan investasi sangat besar sedangkan dana internal terbatas. Untuk itu, PLN memerlukan dukungan pendanaan yang bersumber dari eksternal.
Mengutip Antara, Kamis (21/7/2022), dukungan pendanaan dari eksternal tersebut baik dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) oleh pemerintah maupun melalui pinjaman.
Beberapa opsi skema pinjaman pendanaan yang telah dilakukan PLN selama ini antara lain adalah berupa two-step loans atau penerusan pinjaman dari pemerintah.
Two-step loans merupakan suatu skema pendanaan dengan pinjaman dilakukan secara Government to Government (G to G) yang selanjutnya akan dipinjamkan oleh pemerintah ke PLN.
Selain itu, PLN juga memiliki pinjaman dengan skema direct lending dari dalam dan luar negeri baik dengan jaminan pemerintah maupun tanpa jaminan pemerintah.
Tak hanya itu, pinjaman-pinjaman yang dilakukan PLN pun turut melalui penerbitan surat utang dalam bentuk obligasi baik dalam negeri maupun global bonds.
“PLN mengeksplorasi opsi pendanaan seperti global bonds yang kami terbitkan pada 2017 maupun opsi penerbitan lain yang sekiranya memberikan benefit secara maksimal bagi PLN,” ujarnya.
Menurut Maya, masifnya nilai investasi ini menuntut PLN untuk terus mengekspor berbagai skema pendanaan sehingga perseroan terus mendapatkan pinjaman dengan pricing yang sangat kompetitif.
Terlebih lagi bank dalam negeri memiliki kapasitas yang terbatas untuk memberikan pembiayaan mengingat harus tunduk terhadap ketentuan batas maksimum penyediaan kredit.
“Penyaluran kredit ke PLN sendiri saat ini space-nya sudah sangat terbatas sehingga mau tidak mau kami harus mengeksplorasi pendanaan dari luar negeri,” katanya. (rdr/ant)