Menurutnya, budaya lokal Mentawai berbeda jauh dari budaya Minangkabau. Jika Rumah Adat Minangkabau dikenal dengan istilah Rumah Bagonjong, di Mentawai rumah adat disebut dengan Uma yang tidak memiliki desain seperti tanduk kerbau.
Hal lain yang berbeda dari Mentawai yaitu keberadaan Sikerei sebagai tabib, kebudayaan Patiti atau merajah/menato tubuh dan keadaan sosial budaya lainnya. Seharusnya, lanjut dia, pemerintah mengakui keberagaman kebudayaan tersebut karena dilindungi oleh UUD 1945.
Dia lantas mengutip konstitusi Pasal 18B yang menjelaskan tentang negara wajib mengakui dan menghormati hukum adat dan hak tradisionalnya secara setara dengan masyarakat lainnya.
Berangkat dari penolakan UU Sumbar, koalisi mendesak DPR segera merevisi UU tersebut. “Mendesak DPR RI untuk meminta maaf karena lalai menghargai, menghormati, dan melindungi keberadaan kebudayaan Mentawai sebagai salah satu keberagaman dari Provinsi Sumbar,” kata Yosafat.
“Mendesak Revisi UU no 17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar dengan menambahkan dan mengakomodir keberadaan kebudayaan Mentawai sebagai salah satu karakteristik Provinsi Sumbar,” imbuh dia.
Senada, Mantan Bupati Mentawai, Yudas Sabaggalet mengatakan Kabupaten Mentawai sudah ada sejak Indonesia Merdeka. Namun karena UU ini, seolah-olah Mentawai tidak pernah ada. “Kami meminta keadilan akan UU tersebut dengan menambahkan satu pasal untuk Mentawai atau lain sebagainya,” katanya. (rdr/cnnindonesia.com)