JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra H Andre Rosiade mendesak pemerintah segera menerbitkan aturan terkait pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. Hal itu mengingat kuota jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP) tersebut yang semakin menipis. Tak ayal telah membuat antrean panjang dimana-mana.
Andre mengatakan, konsumsi Pertalite tahun ini diproyeksikan akan mencapai 28 juta kiloliter. Sementara kuota yang sudah ditetapkan pemerintah pada tahun ini hanya 23,05 juta kiloliter dan diprediksi hanya bertahan sampai bulan September 2022. “Saya hampir setiap hari menerima keluhan dari masyarakat soal Pertalite ini. Termasuk dari Sumatra Barat, daerah pemilihan saya,” kata Ketua Harian DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM) ini, Senin (15/8/2022).
Untuk mengatasi hal tersebut, Andre Rosiade telah meminta pemerintah untuk menambah kuota BBM jenis Pertalite sejak Juli lalu. Sejalan dengan itu, dia mengatakan perlunya aturan agar distribusi Pertalite lebih tepat sasaran. Karena diduga banyak salah sasaran dan digunakan oleh pengendara yang sebenarnya tidak berhak menggunakan BBM jenis ini.
“Yang tidak kalah penting, percuma saja kuota naik tapi kalau tidak dikendalikan dengan benar. Artinya itu harus digunakan oleh konsumen pengguna yang benar. Maka perlu ada regulasi yang mengatur pembatasan pembelian Pertalite, sebagaimana pembatasan Solar oleh BPH Migas,” kata Andre Rosiade yang juga Ketua FORKI Sumbar ini.
Andre menyebut, beban subsidi BBM tahun 2022 membengkak hingga Rp502 triliun. Sebelumnya subsidi BBM ini berada di angka Rp170 triliun. Sementara pada saat bersamaan pelaksanaan penyaluran BBM bersubsidi masih banyak yang tidak tepat sasaran di lapangan.
Ketua DPD Partai Gerindra Sumatra Barat ini memaparkan, BBM bersubsidi justru banyak digunakan oleh golongan menengah ke atas. Berdasarkan data PT Pertamina Patra Niaga, sebanyak 60 persen golongan masyarakat mampu telah menikmati hampir 80 persen dari total BBM bersubsidi.
Sementara itu, 40 persen masyarakat golongan bawah yang seharusnya berhak, justru hanya menikmati sekitar 20 persen dari total BBM bersubsidi. Tentunya ini salah satu yang membuat terlalu cepatnya Pertalite habis di pasaran. Kalau tidak dicegah, tentu akan sangat merugikan negara.
“Pemerintah harus melakukan edukasi atau pembelajaran kepada masyarakat bahwa baik Solar maupun Pertalite adalah bahan bakar minyak yang disubsidi. Angkanya mencapai Rp502 triliun. Karena itu perlu pengaturan dan pengawasan agar subsidi yang sangat besar itu tepat sasaran dan dinikmati masyarakat yang berhak,” kata Andre Rosiade. (rdr)