JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Arab Saudi dilaporkan berencana mengizinkan konsumsi minuman alkohol secara publik di daerah tertentu.
Melalui sebuah dokumen yang didapat The Wall Street Journal (WSJ), Saudi berencana mengizinkan penjualan dan konsumsi wine, cocktails, hingga sampanye di sebuah resor yang terdapat di ‘kota futuristik’ Neom.
Kota Neom merupakan bagian dari mega proyek Saudi yang kini tengah diperluas pembangunannya ke Pulau Sindalah di Laut Merah barat laut negara itu. Resort Pulau Sindalah tersebut rencananya dibuka mulai tahun depan.
Jika terkonfirmasi, ini akan menjadi aturan terbaru yang diterapkan pemerintah kerajaan yang membuat Saudi, negara konservatif yang masih menerapkan hukum syariat Islam, menjadi semakin moderat. Pasalnya, selama ini, Saudi melarang penjualan dan konsumsi minuman alkohol di seluruh negeri.
Selain membuka bar, Saudi juga bakal mengizinkan toko-toko retail menjual wine secara terbuka di kota, menurut dokumen pemerintah Saudi yang dirilis Januari 2022 itu.
Sejumlah dokumentasi foto yang tertera dalam dokumen rencana proyek pembangunan Kota Neom memperlihatkan seorang bartender menuangkan koktail di botol merek premium vodka, wiski, dan anggur.
Dalam foto itu, para tamu juga tampak duduk di kursi sembari berbincang. Di meja terlihat botol alkohol dan beberapa potong kue di atas piring.
Gambar lain menunjukkan dokumen itu memperlihatkan perempuan berbikini dan laki-laki bertelanjang di kapal pesiar dan kolam renang.
“(Sindalah) akan menjadikan Laut Merah sebagai tujuan baru kapal pesiar super dan menarik sejumlah orang paling kaya dan berpengaruh di dunia,” demikian bunyi dokumen tersebut seperti dikutip WSJ.
Anggur tanpa alkohol, bir, dan koktail, belakangan populer di Arab Saudi. Beberapa sumber yang mengetahui soal proyek itu mengatakan, Sindalah berencana menyajikan alkohol bahkan jika tak tercantum dalam dokumen perencanaan proyek.
Selama ini, Kerajaan melarang konsumsi, impor, pembuatan bir, dan penjualan alkohol. Bagi siapapun yang melanggar bisa dikenai hukuman berupa denda, penjara, dan cambuk.
Pada Mei lalu, Eks kepala pariwisata di Neom, Andrew McEvoy, mengatakan Neom memiliki undang-undang ekonomi khusus. “(UU akan sesuai dengan) ambisi mereka yang kami coba tarik untuk bekerja dan tinggal di sini,” kata dia.
Ia kemudian berujar, “bahwa alkohol tak lepas disajikan di meja.”
Dalam pernyataan berikutnya, Saudi membantah sebagian komentar McEvoy. Kerajaan Saudi menegaskan Neom akan tunduk pada kedaulatan Saudi dan memiliki UU ekonomi khusus.
Jika penjualan alkohol ini mendapat izin, sejumlah pihak khawatir ini akan menandai perubahan ekonomi dan budaya di Saudi. Selama ini, Saudi menjadi rumah bagi situs paling suci umat Islam di Mekah dan Madinah. Ini menjadikan Saudi sebagai contoh moralitas Muslim di dunia.
Sementara itu, mengonsumsi Alkohol diyakini tak sesuai ajaran Al-Qur’an dan memicu reaksi di kalangan warga Saudi dan masyarakat di negara Muslim lain.
Namun, sejak Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) menjadi Putra Mahkota seklaigus pemimpin de facto Saudi, Riyadh melonggarkan serangkaian undang-undang yang dianggap berkaitan dengan moralitas.
Misalnya, mengizinkan laki-laki dan perempuan bercampur di ruang publik, mengizinkan perempuan mengemudi, membuka kembali bioskop, hingga mengizinkan penggunaan bikin di pantai privat di kota internasional tertentu.
Neom hanya salah satu dari strategi pariwisata Arab Saudi senilai US$1 triliun atau sekitar Rp14.968 triliun. Sejak MbS menjabat Putra Mahkota, Saudi telah memperkenalkan Visi Saudi 2030 di mana kerajaan semakin getol mengembangkan sejumlah sektor termasuk wisata sebagai kantong pemasukan tambahan negara agar tak cuma bergantung pada minyak.
Proyek Neom sendiri disebut sampai mengusir suku Howeitat yang tinggal di negara itu. Dua anggota suku minoritas itu bahkan sempat melancarkan aksi protes terhadap proyek itu hingga mendapat hukuman 50 tahun bui, demikian dikutip Middle East Monitor. (rdr/cnnindonesia.com)