Lebih lanjut, Luhut menegaskan penguatan ekonomi maritim bukanlah sasaran akhir dalam pembangunan maritim Indonesia melainkan kesejahteraan rakyat yang merata dan berkeadilan di seluruh wilayah di Indonesia.
“Dalam hal kesejahteraan tidak boleh lagi ada kesenjangan. Tidak boleh ada disparitas kesejahteraan antarkawasan. Sebagai negara kepulauan, inilah tantangan terberat yang kita hadapi. Oleh karena itu, kita harus rumuskan strategi yang cerdas dalam membangun kemaritiman kita,” imbuhnya.
Ada pun strategi yang dapat dilakukan oleh Indonesia, yaitu melalui strategi ekonomi, politik, dan budaya. Strategi ekonomi dilakukan untuk menggali dan mengembangkan potensi ekonomi maritim sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat yang adil dan merata.
Strategi politik digunakan untuk memperkuat kedaulatan dan ketahanan maritim, serta tatakelola maritim yang baik. Sementara itu strategi budaya juga diupayakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memajukan karakter dan budaya, serta memajukan sumber daya manusia yang selaras dengan perkembangan IPTEK kelautan.
Kajian sementara ekonomi maritim yang dilakukan oleh BRIN bersama Kemenko Marves mengestimasikan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) kemaritiman Indonesia pada 2020 sebesar Rp1.212 triliun atau 11,31 persen dari PDB nasional yang mencapai Rp10.722 triliun.
Nilai ini turun sekitar Rp19 triliun dari 2019 yang mencapai Rp1.231 triliun, diduga sebagai dampak pandemi Covid–19. Akan tetapi, meskipun nilainya turun, namun kontribusinya mengalami peningkatan dari sebesar 11,25 persen pada tahun 2019 menjadi 11,3 persen di 2020.
Pemerintah juga akan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2025-2045, dengan semangat pembangunan kemaritiman. (rdr/ant)