Selain itu pihaknya juga menjadikan salah satu Puskesmas sebagai klinik berhenti merokok. “Hingga saat ini sudah ada 30 orang yang berhenti merokok dan mendapatkan insentif,” katanya.
Ia mengakui ada penolakan terhadap program ini karena masyarakat membeli rokok dengan uang sendiri namun ia menekankan ini bersifat imbauan. “Kapan lagi mau berhenti merokok kalau tidak sekarang,” ujarnya.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik Sumatera Barat mengungkap rokok masih menjadi komoditas penyumbang kemiskinan terbesar kedua di Sumatera Barat setelah beras berdasarkan survei sosial ekonomi yang dilakukan pada Maret 2022.
“Dari tahun ke tahun polanya masih sama, rokok tetap menjadi penyumbang kedua kemiskinan dengan andil 14,69 persen di perkotaan dan 17,03 persen di perdesaan,” kata Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Sumbar Krido Saptono.
Menurut dia fenomena ini disebabkan karena masih dijumpai masyarakat yang lebih memilih merokok ketimbang tidak makan. “Ini memang karakter yang sulit dihilangkan dan masih melekat di kita terutama pada rumah tangga miskin,” katanya.
Ia menyampaikan salah satu tantangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama keluarga miskin adalah mengurangi konsumsi rokok. (rdr/ant)