PADANG, RADARSUMBAR.COM – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memutasi Kapolda Jawa Timur (Jatim) Irjen Nico Afinta menjadi Sahlisosbud Kapolri. Mutasi ini tertuang dalam Surat Telegram Nomor: ST/2134/X/KEP/2022, namun dibatalkan per Jumat (14/10/2022).
Sebelumnya, Kapolda Jatim bakal dijabat oleh Irjen Teddy Minahasa Putra yang menjabat sebagai Kapolda Sumbar. Lalu, Kapolda Sumbar bakal diisi oleh Irjen Rusdi Hartono. Kemudian, Brigjen Asep Edi Suheri juga dimutasi menjadi Wakabareskrim Polri.
Tapi, karena ada penangkapan narkoba terhadap Irjen Pol Teddy Minahasa Putra pada Jumat siang, telegram itupun dibatalkan dan para perwira tinggi yang menempati jabatan Kapolda juga bergeser.
Berdasarkan dalam Surat Telegram Nomor: ST/2223/X/KEP./2022 tanggal 14 Oktober 2022, Irjen Rusdi Hartono yang semula menjadi Kapolda Sumbar, dipindah menjadi Kapolda Jambi.
Sementara, Kapolda Sumbar ditempati oleh Irjen Pol Suharyono yang sebelumnya mendapat tugas sebagai Penyidik Utama Otoritas Jasa Keuangan.
Kemudian, Kapolda Jawa Timur yang semula dijabat Irjen Pol Teddy Minahasa digantikan oleh Irjen Pol Toni Harmanto yang sebelumnya Kapolda Sumatera Selatan.
Sekedar diketahui, Irjen Pol. Suharyono ini lahir 2 Desember 1966 adalah seorang perwira tinggi Polri yang sejak Mei 2020 dimutasikan sebagai Pati Bareskrim Polri, untuk ditugaskan pada luar struktur yaitu sebagai penyidik utama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Irjen Pol Suharyono sendiri lulusan terbaik Akpol 1992 dan penerima penghargaan Adhi Makayasa tahun 1992 yang berpengalaman dalam bidang reserse dan Intel.
Pencopotan Irjen Nico Afinta sendiri dilakukan setelah terjadinya Tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan 131 orang pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Sebelumnya, Kapolres Malang juga telah dicopot.
Tragedi Stadion Kanjuruhan 2022 adalah tragedi kerusuhan dan insiden saling injak yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang pada 1 Oktober 2022.
Kerusuhan ini merupakan bagian dari rivalitas lokal Derbi Super Jawa Timur yang mempertemukan Arema dengan Persebaya Surabaya.
Tragedi kerusuhan ini juga dianggap sebagi musibah sepak bola yang terbesar dalam sejarah sepak bola Indonesia dan Asia, serta terbesar kedua dalam sejarah sepak bola dunia setelah tragedi Estadio Nacional di Peru. (rdr)