PADANG, RADARSUMBAR.COM – Dalam rangka menyempurnakan arah kiblat di tempat ibadah, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) menerjunkan tim kalibrasi arah kiblat ke KUA Revitalisasi se Sumbar.
Hari ini, Selasa (18/10/2022) tim yang berasal dari Bidang Urusan Agama Islam dibawah Koordinator Ikrar Abdi bersama Tim Teknis Ihsanul Fikri, Budi Riva dan Pertiwi Immawati mengunjungi KUA Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padangpariaman dan KUA Pariaman Tengah, Kota Pariaman.
Dalam pembinaan dan bimtek ini, Kepala KUA Nan Sabaris, Yufni Faisol menghadirkan Penyuluh Agama Islam. Setelah diberikan pengetahuan teori, penyuluh langsung mempraktikkan tentang cara menentukan arah kiblat menggunakan kompas, android dan theodolit.
Menurut Ihsan banyak aplikasi yang bisa digunakan untuk mengukur arah kiblat, namun itu hanya bisa digunakan untuk kepentingan pribadi. Untuk pembangun masjid yang cukup luas maka perlu menggunakan theodolit karena hasilnya berbeda jauh.
“Salah satu aplikasi yang bisa dilakukan untuk pengukuran arah kiblat dalam skala kecil adalah easyqibla. Aplikasi ini bisa membantu saat bepergian yang tidak menyediakan petunjuk arah kiblat,” ujarnya.
Namun kata Ihsan, saat akan membangun sebuah rumah ibadah yang cakupannya luas maka perlu menggunakan alat profesional seperti theodolit. Karena tingkat ketelitiannya cukup tinggi, 1 per 3.600 derjat.
“Ketika kita membangun masjid atau musala sebaiknya menggunakan theodolit. Karena jika tidak, akan berpengaruh kepada pembangunannya. Hal ini juga berdampak kepada ibadah masyarakat secara umum,” ulasnya.
Namun diakui ahli hisab ini, kalibrasi (pengukuran) arah kiblat itu sifatnya pasif. Kementerian Agama tidak bisa jemput bola, harus ada permintaan dulu dari masyarakat.
“Karena ketika Kemenag tiba-tiba melakukan pengukuran arah kiblat akan menimbulkan pertanyaan dari masyarakat. Dan akan menimbulkan pro dan kontra di masrayakat. Kenapa arah kiblatnya diukur,” jelas lulusan Fakultas Syariah UIN Imam Bonjol ini.
Kemudian jika tidak punya aplikasi, kompas atau theodolit, masyarakat juga bisa melakukan kalibrasi arah kiblat secara mandiri melalui rasydul kiblat.
“Peristiwa rasydul kiblat ini terjadi dua kali dalam setahun. 28 Mei jam 16.18 WIB dan 16 Juli jam 16.27 WIB. Masyarakat bisa melakukan kalibrasi menggunakan bayang-bayang. Hasilnya sama dengan theodolit,” kata Ihsan.
Sementara itu, Kepala Bidang Urusan Agama Islam (URAIS), Edison dihubungi terpisah mengatakan kalibrasi arah kiblat satu dari sepuluh layanan masyarakat yang mesti ada di KUA dan SDM-nya harus tersedia.
Dikatakan, mengingat shalat sebagai ibadah mahdhah dan fardhu a’in bagi setiap individu, maka sangat perlu dikaji sarat dan rukunnya, supaya shalat itu sah dan diterima Allah SWT.
“Supaya tidak menimbulkan pro dan kontra di tengah jemaah masjid dan masyarakat, sebelum arah kiblat diukur ulang, atau pembangunan masjid baru, ada baiknya dimusyawarahkan terlebih dahulu,” ungkapnya.
Setelah sepakat sambungnya, pengurus masjid atau masyarakat bisa mengirimkan surat permohonan pengukuran arah kiblat ke KUA, kantor kemenag kabupaten/kota atau lansung ke Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatra Barat. (rdr)