Sebuah laporan oleh New York Times menyarankan bahwa acara yang disponsori pemerintah itu diadakan secara strategis tepat sebelum Halloween, yang secara tradisional jatuh pada tanggal 31 Oktober agar tidak terlihat secara resmi memperingati festival yang memiliki akar pagan.
Perayaan Halloween ini pun memicu berbagai kritik dari Muslim dunia yang memandang Saudi sebagai pusat ajaran Islam. Sedangkan, Islam dikenal tidak merayakan perayaan Halloween yang dipandang sebagai budaya dari negara Barat.
Selain itu, sebagian netizen mengkritik keras Saudi karena dinilai standar ganda. Sebab, pemerintahan Raja Salman itu mengizinkan perayaan Halloween tetapi tetap melarang perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Sejak Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) diangkat sebagai Putra Mahkota atau pemimpin de facto Saudi, negara tersebut terus melakukan berbagai dobrakan ke arah lebih moderat.
Setelah melonggarkan larangan bagi kaum perempuan, negara yang semula sangat konservatif ini pun mulai mengizinkan gelaran konser, bioskop, penyatuan wanita dan laki-laki dalam kerumunan, hingga mengizinkan penjualan alkohol dan penggunaan bikini di tempat-tempat tertentu.
Sejumlah pihak meyakini berbagai aturan baru yang lebih luwes ini diterapkan Saudi sebagai upaya melancarkan visinya yang tertuang dalam 2030 Vision. Visi itu berupaya mendiversifikasi perekonomian negara agar tidak bergantung pada minyak saja.
Salah satu yang ingin digenjot Saudi adalah pemasukan dari sektor wisata. Karena itu, berbagai aturan “disesuaikan” menjadi lebih luwes agar dapat menarik investor dan wisatawan asing ke Arab Saudi. (rdr/cnnindonesia.com)