EKONOMI, RADARSUMBAR.COM – Gandum merupakan salah satu bahan baku sejumlah makanan, salah satunya adalah mi. Namun, persediaan saat ini terancam krisis karena ada beberapa negara menyetop ekspor komoditas tersebut.
Beberapa waktu lalu, Australia dilaporkan mengalami cuaca ekstrem. Kondisi tersebut membuat persediaan gandum Indonesia cukup terancam.
Sebab, pada 2021 gandum Australia menjadi yang terbesar dikonsumsi Indonesia, yaitu mencapai 40.9 persen atau setara 4.69 juta ton dari total impor gandum RI.
Dilansir dari Reuters, hasil panen gandum di Australia yang dijadwalkan akhir tahun ini dikhawatirkan turun kualitas dan menambah gangguan pasokan pangan global di tengah tekanan efek domino perang Rusia-Ukraina.
“Hampir setengah atau sekitar 6-7 juta ton dari tanaman gandum berisiko mengalami penurunan kualitas di North South Wales,” sebut Ole Houe, Direktur Layanan Konsultasi di Broker Pertanian IKON Commodities Sydney, dikutip Jumat (4/11/2022).
Vemri Veradi Junaidi, Manajer Marketing Indomie, PT Indofood Sukses Makmur Tbk mengungkapkan bahwa sampai saat ini, harga mi instan merek Indomie akan masih sama seperti harga di pasaran saat ini.
“Sampai saat ini, harganya masih seperti kondisi yang sekarang. Masalah itu pasti akan ada informasi selanjutnya. Namun, pasti kami akan terus men-deliver kebutuhan masyarakat,” sebut Vemri, usai acara perayaan 50 Tahun Indomie di Jakarta, Jumat (4/11/2022).
Pada Agustus 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa harga mi kering naik 12.39 persen dan mi basah naik 9.81 persen pada Agustus 2022.
Angka tersebut menunjukkan bahwa mi kering mengalami pelonjakan hingga 10.58 persen bila dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya. Hal ini terjadi akibat harga gandum di pasar internasional melonjak.
“Mi keriting bahan baku dari gandum, mi basah, dan lain sebagainya (harga naik) karena bahan baku impor dan harga internasional naik,” ungkap Kepala BPS, Margo Yuwono, Jumat (4/11/2022). (rdr/cnbc)