Kementerian Pertahanan RI juga mendapat mandat dari Presiden Jokowi untuk mengolah food estate atau lumbung pangan dengan komoditas singkong. Hasil tanaman singkong tersebut telah diolah menjadi produk pangan mulai dari Mocaf, pasta, mi instan, hingga minuman favorit miliaran orang Asia, yaitu boba/bubble yang terbuat dari tepung tapioka.
Prabowo juga menjelaskan bahwa saat ini, Indonesia telah mampu menghasilkan singkong 23 ton per hektare (ha), sementara Thailand hanya mampu menghasilkan singkong sebanyak 22 ton/ha, Vietnam dan China hanya mampu menghasilkan masing-masing 16 ton/ha.
Singkong juga dapat menghasilkan 250.000 kalori dalam satu hektarenya dan hanya membutuhkan 65 metrik kubik air per metric ton singkong. Sementara itu, tanaman lainnya membutuhkan air dalam jumlah jauh lebih banyak. Yaitu 1139 metrik kubik air per metric ton beras, 954 metrik kubik air per metric ton gandum dan 850 metrik kubik air per metric ton jagung.
Prabowo menegaskan demi menjaga ketahanan pangan dunia, Indonesia optimis dapat menjadi yang terdepan dalam menghasilkan pangan yang mengandung protein dan kalori bagi seluruh negara. Dalam kaitannya komoditas singkong tersebut, Prabowo mengajak mitra dari dunia untuk bergabung. Prabowo yakin bahwa ke depannya, Indonesia akan menjadi peringkat pertama eksportir tepung terigu berbahan dasar singkong atau Mocaf.
Namun gagasan ini selain mendapatkan pujian dari berbagai pihak, juga mendapatkan tantangan. Pengamat Pangan IPB, Dwi Andreas Santosa menilai pidato Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang menyebut singkong bisa menjadi penyelamat bahan pangan pokok global sulit direalisasikan. Budidaya singkong telah dilakukan sejak puluhan tahun lalu. Namun sampai sekarang upaya itu tidak berhasil menggeser empat bahan pangan pokok utama seperti gandum, jagung, beras, dan kentang.
Beberapa alasan singkong sulit menjadi pilihan utama bahan pangan pokok. Salah satunya, masa tanam singkong yang lebih lama, tidak ekonomis, rasanya yang tidak familiar dan persepsi “singkong” sebagai makanan orang miskin. Memang betul, masih banyak yang skeptis dengan mimpi besar Prabowo menjadikan Singkong komoditas unggulan Indonesia selanjutnya. Namun pesan sebenarnya bukan pada tanaman singkong.
“Singkong” bagi saya hanyalah gimmick yang ditampilkan oleh Menhan Prabowo. Pesan Prabowo sebenarnya adalah mengundang investor luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Prabowo sebagai seorang konstruktivis tulen, berusaha mengkapitalisasi komoditas singkong sebagai alternatif pangan dunia. Usaha Prabowo tersebut justru harus kita dukung.
Kita tentu mengingat pada tahun 80-an ketika Presiden Soeharto saat itu mendorong membuka lahan sawit besar-besaran di Sumatera dan Kalimantan. Ide besar Soeharto saat itu juga mendapatkan banyak keraguan.
Namun dengan kebulatan tekad Soeharto pada saat itu, kini Indonesia menjadi negara penghasil CPO terbesar di dunia. Capaian tersebut yang harus dilalui oleh Pemimpin Indonesia apabila memang ingin memajukan negaranya. Dan Prabowo telah menunjukkan dirinya sebagai pemimpin Indonesia yang berani bermimpi besar. Prabowo juga berani bertindak untuk mewujudkan mimpinya tersebut. Karakter ini yang sebenarnya dibutuhkan oleh bangsa Indonesia.
Prabowo menunjukkan ke dunia, dimana dirinya berpihak. Tidak lain dan tidak bukan, Prabowo berpihak pada rakyat Indonesia. Dimana ketika investasi komoditas singkong masuk, tentu saja menciptakan multiplier effect yang dahsyat. Penerimaan negara akan bertambah, penyerapan tenaga kerja akan meningkat, Indonesia dapat menjadi solusi krisis pangan dunia dan negara kita akan sukses menghadapi tantangan perubahan iklim.
Hal-hal seperti itu yang mungkin tidak dipahami oleh para haters Prabowo. Namun sebenarnya, apa yang diperjuangkan Prabowo justru untuk menyelamatkan peradaban manusia dari bencana kelaparan. Semoga Allah SWT memberkati niat mulia Prabowo untuk menjadi pemimpin di negara ini. Insyallah Prabowo Presiden RI 2024. (*)